Loading...
Judul : Persis: Sertifikasi Da'i Tidak Realistis dan Sarat Kepentingan Politik
link : Persis: Sertifikasi Da'i Tidak Realistis dan Sarat Kepentingan Politik
Persis: Sertifikasi Da'i Tidak Realistis dan Sarat Kepentingan Politik
hariankosmos.com - Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin menilai rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi da'i dan mubaligh tidak realistis.
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017).
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam.
Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. [vic]
Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin menilai rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi da'i dan mubaligh tidak realistis.
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin menilai rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi da'i dan mubaligh tidak realistis.
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. * - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. * - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin menilai rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi da'i dan mubaligh tidak realistis.
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. * - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. * - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
Loading...
hariankosmos.com - Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin menilai rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi da'i dan mubaligh tidak realistis.
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017).
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam.
Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. [vic]
Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin menilai rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi da'i dan mubaligh tidak realistis.
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin menilai rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi da'i dan mubaligh tidak realistis.
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. * - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. * - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenudin menilai rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi da'i dan mubaligh tidak realistis.
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. * - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
"Ide sertifikasi dai/khatib yg datangnya dari pemerintah dlm hal ini Kemenag, disamping tidak realistis juga terkesan sangat sarat kepentingan politis," kata Ustadz Jeje kepada voa-islam.com, Jakarta, Senin (6/1/2017)
Menurut Ustadz Jeje, ada sejumlah alasan ide sertifikasi da'i tersebut menjadi tidak realistis. Pertama, ia menilai selama ini pembangunan masjid, pengelolaan, pemakmuran dan penjadwalan para khatib jumat atau para dai pengajarnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ataupun oleh yayasan dan ormas Islam. Pemerintah tidak ada andil dalan pengelolaan dakwah selama ini. Sehingga, pemerintah tidak berrhak mengintervensi dan mengatur para da'i.
"Bagaimana mungkin tiba tiba akan akan disertifikasi oleh pemerintah?" tegasnya.
Kedua,lanjutnya, alasan sertifikasi untuk menghindari atau mencegah mimbar Jumat dijadikan ajang ujaran kebencian dan caci maki, terlalu mengada-ada.
"Para dai yang jadi khatib tentu sudah sangat faham tentang rukun syarat maupun adab-adab khotbah. Kalaupun didapatkan kejadian itu hanyalah kasuistis yang tidak boleh digeneralisir dan tidak tepat solusinya dgn sertifikasi," ungkap Ustadz Jeje.
Lebih dari itu, Ustadz Jeje berpendapat, bahwa rencana sertifikasi di saat para ulama dan da'i sedang memimpin perlawanan mengkritisi kebijakan pemerintah agar lebih memperhatikan tuntutan umat Islam akan terkesan kuat sebagai upaya pemberangusan.
"Jelas akan ditafsirkan oleh umat Islam sebagai upaya pembungkaman bahkan intimidasi terselubung terhadap gerakan para ulama," tandasnya. * - See more at: http://ift.tt/2kLoCPH
Demikianlah Artikel Persis: Sertifikasi Da'i Tidak Realistis dan Sarat Kepentingan Politik
Sekianlah artikel Persis: Sertifikasi Da'i Tidak Realistis dan Sarat Kepentingan Politik kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Persis: Sertifikasi Da'i Tidak Realistis dan Sarat Kepentingan Politik dengan alamat link https://gurupintarmengajar.blogspot.com/2017/02/persis-sertifikasi-dai-tidak-realistis.html
0 Response to "Persis: Sertifikasi Da'i Tidak Realistis dan Sarat Kepentingan Politik"
Post a Comment