Loading...
Judul : MAKALAH TENTANG : AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK
link : MAKALAH TENTANG : AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK
MAKALAH TENTANG : AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK
PENDAHULUAN
Agama merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Manusia beragama bukan hanya terbatas pada mereka mempercayai adanya Tuhan namun bagi mereka yang mempercayai adanya kekuatan lain yang tidak terlihat secara kasap mata, dapat dikatakan sebagai manusia yang beragama. Agama meliputi berbagai bidang kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Mengatur dari hal sederhana sampai pada hal yang komplek. Agama merupakan patokan manusia dalam bertindak dalam kehidupannya.
Agama yang mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat dapat menjadi dasar dalam suatu pergerakan yang muncul dalam masyarakat. Perubahan zaman yang semakin hari kian pesat dengan membawa berbagai dampak pada kehidupan yang mulai menjauh dari nilai-nilai agama memicu bermunculannya gerakan sosial dengan basis agama untuk melakukan pembaharuan. Gerakan sosial keagamaan bermunculan untuk menjadi kontrol sosial masyarakat secara umum atau pemeluk agama tersebut secara khususnya.
PEMBAHASAN
AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK
A. Pengertian Gerakan Sosial-Politik Keagamaan
Gerakan sosial adalah hasil perilaku kolektif yaitu yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respon terhadap adanya rangsangan tertentu. Gerakan sosial lazim dikonsepsikan sebagai kegiatan kolektif yang dilakukan kelompok tertentu untuk menciptakan kondisi sesuai dengan cita-cita kelompok tersebut. Bagi mereka, kehidupan masyarakat seperti yang ada pada saat ini dirasakan semakin tidak mampu menciptakan kesejahteraan, karena itu perlu diganti dengan tatanan sosial baru yang lebih baik. Tatanan sosial baru tersebut harus bersumber pada salah satunya adalah nilai-nilai keagamaan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil garis besar bahwa gerakan sosial keagamaan merupakan hasil perilaku kolektif yang dilakukan oleh sejumlah orang dengan mengatasnamakan nilai dan ajaran keagamaan yang bersifat rutin dan merupakan tanggapan terhadap adanya rangsangan yang berkaitan dengan kesadaran keagamaan.
B. Faktor Terbentuknya Gerakan Sosial Keagamaan
Munculnya gerakan-gerakan sosial keagamaan diberbagai negara tidak serta merta muncul dengan sendirinya, melainkan disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang melatar belakanginya. Secara umum dan teoritis faktor terbentuknya gerakan sosial keagamaan tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Ketegangan struktural dan politik
Pendekatan awal terhadap studi gerakan sosial bersumber dari ulasan-ulasan psikologi sosial fungsional tentang perilaku massa. Titik tolak analisis tersebut ialah asumsi bahwa keseimbangan sistem merupakan suatu kondisi sosial yang natural dan stabil. Dari perspektif ini, masyarakat secara organis menghasilkan infrastruktur kelembagaan yang mengatur keseimbangan diantara input dan output dalam sistem politik. Tuntutan-tuntutan sosial diakomodasi oleh lembaga-lembaga yang responsif, mampu menyalurkan dan menangani begitu banyak kepentingan untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang optimal. Kebijakan-kebijakan ini nantinya akan berfungsi untuk meredakan berbagai tuntutan dan memelihara keseimbangan sistem tersebut. Bagi kaum fungsionalis, ketidakseimbangan sistem bersumber dari ketegangan-ketegangan struktural eksogen yang menghasilkan ketidakpuasan baru dan mengikis efisiensi lembaga-lembaga, menghasilkan disfungsi-disfungsi berupa patologis yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan politik. Jika kemampuan kelembagaan tidak dapat mengakomodasi tuntutan-tuntutan baru masyarakat, maka akan mengakibatkan munculnya ketegangan sosial dan kekacauan politik.
2. Sumber Daya dan Struktur Mobilisasi
Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) mencul sebagai tanggapan terhadap berbagai kelemahan dari pendekatan gerakan sosial model sosial-psikologis fungsionalisme di atas, yang mana TMSD melihat gerakan-gerakan sebagai sesuatu yang rasional, suatu manifestasi tindakan kolektif yang terorganisir. TMSD sebagai sebuah pendekatan menegaskan bahwa sementara ketidakpuasan tersebar luas namun gerakan tidak ada. Akibatnya ada variabel-variabel perantara yang menerjemahkan tiap-tiap ketidakpuasan menjadi suatu pernyatan yang terorganisasi. Bagi TMSD, sumber daya dan struktur-struktur mobilisasi seperti organisasi gerakan sosial yang formal diperlukan untuk menciptakan ketidakpuasan kolektif, yang tanpa itu kepuasan akan tetap merupakan ketidakpuasan individual. Gerakan sosial tidak dilihat sebagai ledakan tidak rasional yang ditujukan untuk meringankan ketegangan psikologis, tetapi lebih sebagai suatu pernyataan yang terorganisasi dan terstruktur melalui mekanisme-mekanisme mobilisasi yang memberikan sumber-sumber daya strategis bagi tindakan kolektif yang berlanjut.
3. Kesempatan dan Hambatan Dinamika Sosial
Gerakan-gerakan sosial tidak beroperasi dalam ruang hampa. Mereka adalah bagian dari suatu lingkungan dan konteks sosial yang lebih luas, yang dicirikan oleh berbagai konfigurasi keleluasaan dan hambatan yang berubah-ubah secara cair yang menstrukturkan dinamika gerakan. Terlepas dari tingkat ketidakpuasan, ketersediaan sumber daya atau kelaziman struktur mobilisasi, para aktor kolektif dalam gerakan sosial dibatasi dan diberdayakan oleh faktor-faktor eksogen yang sering kali membatasi kemungkinan gerakan dan daftar taktik, tindakan serta pilihan. Faktor eksogen yang terpenting tersebut menurut para ahli ialah pembukaan dan penutupan ruang politik dan lokasi kelembagaan dan substantifnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial keagamaan dibentuk olah aktor-aktor atau aktivis-aktivis sebagai pemikir strategis yang dipengaruhi oleh kesempatan dan hambatan dinamika sosial yang ada disekitarnya.
4. Ideasional dan Proses Pembingkaian (Framing)
Sejak tahun 1980-an para teoritisi gerakan sosial tertarik pada peran faktor-faktor ideasional, antara lain interaksi sosial, makna/identitas dan budaya. Selain dimensi strategis dan strukturalis dari mobilisasi yang digambarkan dalam Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) dan model proses politik, teori gerakan sosial semakin kuat mengkaji tentnag bagaimana individu dapat mengkonseptualisasi diri merka sendiri sebagai kolektifitas bagaimana para calon peserta/aktor gerakan sosial diyakinkan untuk berpartisipasi dan cara-cara dimana makna diproduksi, diartikulasikan dan disebarkan oleh aktor-aktor gerakan sosial melalui proses interaktif. Dalam perkembangannya sebuah pendekatan teoritis terhadap gerakan-gerakan sosial, minat ini umumnya mewujudkan dirinya melalui studi tentang pembingkaian (framing).
Bingkai (frame) merupakan skema-skema yang memberikan sebuah bahasa dan sarana kognitif untuk memahami pengalaman-pengalaman dan peristiwa di dunia luar. Bagi gerakan sosial, skema-skema ini penting untuk menghasilkan dan menyebarkan penafsiran-penafsiran gerakan dan dirancang untuk memobilisasi para aktor serta merangsang tindakan kolektif. Istilah “pembingkaian” (framing) digunakan untuk menggambarkan proses pembentukan makna.
C. Contoh Gerakan Sosial Keagamaan
Beberapa contoh gerakan sosial yang ada antara lain:
a. Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Islam
Apabila dikaitkan dengan gerakan keagamaan Islam, maka gerakan itu di Indonesia dimulai pada tahun 1901 ketika kelompok masyarakat keturunan Arab membentuk gerakan sosial keagamaan sebagai aktualisasi dari nilai-nilai keislaman dalam pandangan mereka yang keturunan Arab. Maka lahirlah Jami’at Al Khair sebagai nama yang dipilih untuk gerakan sosial tersebut. Kemudian gerakan sosial tersebut lebih konkrit lagi akibat adanya rangsangan penderitaan masyarakat di bidang ekonomi akibat tekanan kolonial, kaum aristokrasi dan kelompok masyarakat golongan timur asing (vreemde osterlingen) maka dibentuklah Syarikat Dagang Islam (1905).
Gerakan tersebut kemudian berubah bentuk lagi akibat terjadinya respon baru terhadap tantangan keummatan yaitu bidang politik. Maka SDI berubah lagi menjadi gerakan sosial Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912. Gerakan sosial yang berciri intelektual Islam kemudian lebih menonjol lagi dengan berdirinya Muhammadiyah (1911) dan Nahdlatul Ulama (1926). Dua gerakan sosial ini menjadi kuat karena kemampuan mereka menangkap rangsangan perlunya menghidupkan kembali warisan tradisi keulamaan (ihya atsar al salaf) dalam bentuk pemikiran keIslaman melalui pola pemeliharaan keruntutan sejarah pemikiran Islam (syuhud ‘ain al syari’at) sementara Muhammadiyah datang dengan respon purifikasi dan modernisme pemikiran Islam sebagai jawaban terhadap kondisi dunia Islam yang mengalami kemunduran akibat kekalahan umat Islam di bidang politik dan peradaban.
Selanjutnya bermunculan berbagai gerakan sosial Islam seperti Persatuan Islam (1920), Al Jam’iyatul Washliyah (1930) dan lain sebagainya. Gerakan sosial Islam ini mengalami masa kecemerlangan sampai kepada akhir orde lama. Memasuki orde baru, pemerintah memperkenalkan gagasan depolitisasi agama dan memperkecil ruang bagi gerakan-gerakan sosial Islam. Ternyata gerakan sosial keislaman yang sudah mapan ini tidak cukup proaktif dan kreatif berhadapan dengan politik orde baru. Lebih dari itu, gerakan sosial Islam ini tidak berhasil merumuskan sikap yang tidak rutin dalam memberikan jawaban terhadap tantangan yang baru. Ternyata, jumlah anggota yang banyak tidak menjadi jaminan atas adanya gerakan sosial yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap tantangan.
Akibatnya, maka bermunculan gerakan sosial Islam baru yang lebih dinamis dan kreatif yang mampu membangun perilaku kolektif dari sejumlah orang yang tidak lagi bersifat rutin. Munculnya berbagai gerakan sosial keislaman yang baru seperti Jamaah Tablig, Wahdah Islamiyah Jama’iyah Islamiyah, Al Khairat demikian juga berbagai perkumpulan Majelis Zikr, Perkumpulan Tasawuf adalah merupakan bentuk gerakan sosial keislaman yang baru yang mengisi kekosongan peran yang dahulu tekah diperankan oleh NU, Muhammadiyah, Al Washliyah, DDI dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi gerakan sosial keIslaman yang sudah mapan untuk melakukan revitalisasi guna membangun pola berpikir yang dinamis, kreatif dan inovatif agar tidak kehilangan momentum memberikan jawaban terhadap rangsangan perubahan.
Agama merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Manusia beragama bukan hanya terbatas pada mereka mempercayai adanya Tuhan namun bagi mereka yang mempercayai adanya kekuatan lain yang tidak terlihat secara kasap mata, dapat dikatakan sebagai manusia yang beragama. Agama meliputi berbagai bidang kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Mengatur dari hal sederhana sampai pada hal yang komplek. Agama merupakan patokan manusia dalam bertindak dalam kehidupannya.
Agama yang mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat dapat menjadi dasar dalam suatu pergerakan yang muncul dalam masyarakat. Perubahan zaman yang semakin hari kian pesat dengan membawa berbagai dampak pada kehidupan yang mulai menjauh dari nilai-nilai agama memicu bermunculannya gerakan sosial dengan basis agama untuk melakukan pembaharuan. Gerakan sosial keagamaan bermunculan untuk menjadi kontrol sosial masyarakat secara umum atau pemeluk agama tersebut secara khususnya.
PEMBAHASAN
AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK
A. Pengertian Gerakan Sosial-Politik Keagamaan
Gerakan sosial adalah hasil perilaku kolektif yaitu yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respon terhadap adanya rangsangan tertentu. Gerakan sosial lazim dikonsepsikan sebagai kegiatan kolektif yang dilakukan kelompok tertentu untuk menciptakan kondisi sesuai dengan cita-cita kelompok tersebut. Bagi mereka, kehidupan masyarakat seperti yang ada pada saat ini dirasakan semakin tidak mampu menciptakan kesejahteraan, karena itu perlu diganti dengan tatanan sosial baru yang lebih baik. Tatanan sosial baru tersebut harus bersumber pada salah satunya adalah nilai-nilai keagamaan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil garis besar bahwa gerakan sosial keagamaan merupakan hasil perilaku kolektif yang dilakukan oleh sejumlah orang dengan mengatasnamakan nilai dan ajaran keagamaan yang bersifat rutin dan merupakan tanggapan terhadap adanya rangsangan yang berkaitan dengan kesadaran keagamaan.
B. Faktor Terbentuknya Gerakan Sosial Keagamaan
Munculnya gerakan-gerakan sosial keagamaan diberbagai negara tidak serta merta muncul dengan sendirinya, melainkan disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang melatar belakanginya. Secara umum dan teoritis faktor terbentuknya gerakan sosial keagamaan tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Ketegangan struktural dan politik
Pendekatan awal terhadap studi gerakan sosial bersumber dari ulasan-ulasan psikologi sosial fungsional tentang perilaku massa. Titik tolak analisis tersebut ialah asumsi bahwa keseimbangan sistem merupakan suatu kondisi sosial yang natural dan stabil. Dari perspektif ini, masyarakat secara organis menghasilkan infrastruktur kelembagaan yang mengatur keseimbangan diantara input dan output dalam sistem politik. Tuntutan-tuntutan sosial diakomodasi oleh lembaga-lembaga yang responsif, mampu menyalurkan dan menangani begitu banyak kepentingan untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang optimal. Kebijakan-kebijakan ini nantinya akan berfungsi untuk meredakan berbagai tuntutan dan memelihara keseimbangan sistem tersebut. Bagi kaum fungsionalis, ketidakseimbangan sistem bersumber dari ketegangan-ketegangan struktural eksogen yang menghasilkan ketidakpuasan baru dan mengikis efisiensi lembaga-lembaga, menghasilkan disfungsi-disfungsi berupa patologis yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan politik. Jika kemampuan kelembagaan tidak dapat mengakomodasi tuntutan-tuntutan baru masyarakat, maka akan mengakibatkan munculnya ketegangan sosial dan kekacauan politik.
2. Sumber Daya dan Struktur Mobilisasi
Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) mencul sebagai tanggapan terhadap berbagai kelemahan dari pendekatan gerakan sosial model sosial-psikologis fungsionalisme di atas, yang mana TMSD melihat gerakan-gerakan sebagai sesuatu yang rasional, suatu manifestasi tindakan kolektif yang terorganisir. TMSD sebagai sebuah pendekatan menegaskan bahwa sementara ketidakpuasan tersebar luas namun gerakan tidak ada. Akibatnya ada variabel-variabel perantara yang menerjemahkan tiap-tiap ketidakpuasan menjadi suatu pernyatan yang terorganisasi. Bagi TMSD, sumber daya dan struktur-struktur mobilisasi seperti organisasi gerakan sosial yang formal diperlukan untuk menciptakan ketidakpuasan kolektif, yang tanpa itu kepuasan akan tetap merupakan ketidakpuasan individual. Gerakan sosial tidak dilihat sebagai ledakan tidak rasional yang ditujukan untuk meringankan ketegangan psikologis, tetapi lebih sebagai suatu pernyataan yang terorganisasi dan terstruktur melalui mekanisme-mekanisme mobilisasi yang memberikan sumber-sumber daya strategis bagi tindakan kolektif yang berlanjut.
3. Kesempatan dan Hambatan Dinamika Sosial
Gerakan-gerakan sosial tidak beroperasi dalam ruang hampa. Mereka adalah bagian dari suatu lingkungan dan konteks sosial yang lebih luas, yang dicirikan oleh berbagai konfigurasi keleluasaan dan hambatan yang berubah-ubah secara cair yang menstrukturkan dinamika gerakan. Terlepas dari tingkat ketidakpuasan, ketersediaan sumber daya atau kelaziman struktur mobilisasi, para aktor kolektif dalam gerakan sosial dibatasi dan diberdayakan oleh faktor-faktor eksogen yang sering kali membatasi kemungkinan gerakan dan daftar taktik, tindakan serta pilihan. Faktor eksogen yang terpenting tersebut menurut para ahli ialah pembukaan dan penutupan ruang politik dan lokasi kelembagaan dan substantifnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial keagamaan dibentuk olah aktor-aktor atau aktivis-aktivis sebagai pemikir strategis yang dipengaruhi oleh kesempatan dan hambatan dinamika sosial yang ada disekitarnya.
4. Ideasional dan Proses Pembingkaian (Framing)
Sejak tahun 1980-an para teoritisi gerakan sosial tertarik pada peran faktor-faktor ideasional, antara lain interaksi sosial, makna/identitas dan budaya. Selain dimensi strategis dan strukturalis dari mobilisasi yang digambarkan dalam Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) dan model proses politik, teori gerakan sosial semakin kuat mengkaji tentnag bagaimana individu dapat mengkonseptualisasi diri merka sendiri sebagai kolektifitas bagaimana para calon peserta/aktor gerakan sosial diyakinkan untuk berpartisipasi dan cara-cara dimana makna diproduksi, diartikulasikan dan disebarkan oleh aktor-aktor gerakan sosial melalui proses interaktif. Dalam perkembangannya sebuah pendekatan teoritis terhadap gerakan-gerakan sosial, minat ini umumnya mewujudkan dirinya melalui studi tentang pembingkaian (framing).
Bingkai (frame) merupakan skema-skema yang memberikan sebuah bahasa dan sarana kognitif untuk memahami pengalaman-pengalaman dan peristiwa di dunia luar. Bagi gerakan sosial, skema-skema ini penting untuk menghasilkan dan menyebarkan penafsiran-penafsiran gerakan dan dirancang untuk memobilisasi para aktor serta merangsang tindakan kolektif. Istilah “pembingkaian” (framing) digunakan untuk menggambarkan proses pembentukan makna.
C. Contoh Gerakan Sosial Keagamaan
Beberapa contoh gerakan sosial yang ada antara lain:
a. Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Islam
Apabila dikaitkan dengan gerakan keagamaan Islam, maka gerakan itu di Indonesia dimulai pada tahun 1901 ketika kelompok masyarakat keturunan Arab membentuk gerakan sosial keagamaan sebagai aktualisasi dari nilai-nilai keislaman dalam pandangan mereka yang keturunan Arab. Maka lahirlah Jami’at Al Khair sebagai nama yang dipilih untuk gerakan sosial tersebut. Kemudian gerakan sosial tersebut lebih konkrit lagi akibat adanya rangsangan penderitaan masyarakat di bidang ekonomi akibat tekanan kolonial, kaum aristokrasi dan kelompok masyarakat golongan timur asing (vreemde osterlingen) maka dibentuklah Syarikat Dagang Islam (1905).
Gerakan tersebut kemudian berubah bentuk lagi akibat terjadinya respon baru terhadap tantangan keummatan yaitu bidang politik. Maka SDI berubah lagi menjadi gerakan sosial Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912. Gerakan sosial yang berciri intelektual Islam kemudian lebih menonjol lagi dengan berdirinya Muhammadiyah (1911) dan Nahdlatul Ulama (1926). Dua gerakan sosial ini menjadi kuat karena kemampuan mereka menangkap rangsangan perlunya menghidupkan kembali warisan tradisi keulamaan (ihya atsar al salaf) dalam bentuk pemikiran keIslaman melalui pola pemeliharaan keruntutan sejarah pemikiran Islam (syuhud ‘ain al syari’at) sementara Muhammadiyah datang dengan respon purifikasi dan modernisme pemikiran Islam sebagai jawaban terhadap kondisi dunia Islam yang mengalami kemunduran akibat kekalahan umat Islam di bidang politik dan peradaban.
Selanjutnya bermunculan berbagai gerakan sosial Islam seperti Persatuan Islam (1920), Al Jam’iyatul Washliyah (1930) dan lain sebagainya. Gerakan sosial Islam ini mengalami masa kecemerlangan sampai kepada akhir orde lama. Memasuki orde baru, pemerintah memperkenalkan gagasan depolitisasi agama dan memperkecil ruang bagi gerakan-gerakan sosial Islam. Ternyata gerakan sosial keislaman yang sudah mapan ini tidak cukup proaktif dan kreatif berhadapan dengan politik orde baru. Lebih dari itu, gerakan sosial Islam ini tidak berhasil merumuskan sikap yang tidak rutin dalam memberikan jawaban terhadap tantangan yang baru. Ternyata, jumlah anggota yang banyak tidak menjadi jaminan atas adanya gerakan sosial yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap tantangan.
Akibatnya, maka bermunculan gerakan sosial Islam baru yang lebih dinamis dan kreatif yang mampu membangun perilaku kolektif dari sejumlah orang yang tidak lagi bersifat rutin. Munculnya berbagai gerakan sosial keislaman yang baru seperti Jamaah Tablig, Wahdah Islamiyah Jama’iyah Islamiyah, Al Khairat demikian juga berbagai perkumpulan Majelis Zikr, Perkumpulan Tasawuf adalah merupakan bentuk gerakan sosial keislaman yang baru yang mengisi kekosongan peran yang dahulu tekah diperankan oleh NU, Muhammadiyah, Al Washliyah, DDI dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi gerakan sosial keIslaman yang sudah mapan untuk melakukan revitalisasi guna membangun pola berpikir yang dinamis, kreatif dan inovatif agar tidak kehilangan momentum memberikan jawaban terhadap rangsangan perubahan.
b. Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Hindu
• Gerakan Brahma Samay
Gerakan Brahma Samay (berarti masyarakat Brahman) tampil sebagai gerakan yang sangat teistik. Gerakan ini menolak politeisme, pemujaan patung-patung, korban Binatang, menganjurkan dihapuskannya praktek sati (pembakaran janda), perkawinan anak-anak dan menolak praktek poligami. Gerakan ini didirikan di Bengala. Tokoh-tokonnya yang sangat terkenal adalah Ram Mohan Roy (1774-1833), Devendranath Tagore (1817-1905), dan Keshab Chandra Sen (1838-1884).
Ram Mohan Roy adalah seorang cendekiawan ahli Arab dan Persi. Karya pertamanya berjudul Tuhfat al-muwahhidin yang ditulisnya dalam bahasa Arab. Selain belajar bahasa Arab dan Persia, ia juga mempelajari Bahasa Sanskerta terutama untuk mempelajari agama Hindu. Bahasa Inggris dipelajarinya karena kaitannya dengan East India Company. Bahasa Ibrani dan Bahasa Yunani dipelajarinya dari misi Serampone di dekat Kalkuta.
Ram Mohan Roy sering disebut sebagai bapak modernisasi India. Ia mendirikan Brahma Samay sekitar 1828, Ram Mohan Roy juga pernah menerjemahkan Bibel ke dalam bahasa Bengali dan bahasa Sanskerta. Jasanya dianggap sangat besar dalam menghapuskan sati dan mengenalkan pendidikan Inggris. Tahun 1816, ia menerbitkan Vedanta Sara yang berusaha menemukan suatu monoteisme dalam pandangan Vedanta. Dengan usaha keras dicarinya ayat-ayat dalam Upanishad yang mendukung ajaran monoteisme ini. Dengan tegas ia mengemukakan bahwa tempat untuk memuja para dewa tidak terbatas pada kasta para pemujanya saja. Ia melarang penggunaan patung dan gambar-gambar yang dipasang ditempat ibadat. Hanya Khutbah-khutbah, Kidung-kidung dan doa-doa saja yang dibenarkan. Selain itu ia juga mengecam sikap meremehkan peribadatan berbagai macam agama.
c. Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Kristen
Istilah Oikoumene nyaris diartikan sebagai universal atau inter-iman, yang sesungguhnya keliru. Makna aslinya adalah bumi yang dihuni. Kata oikos dalam bahasa Yunani berarti “rumah”, mene adalah “bumi”. Kata Oikoume nemempunyai dua arti yang saling terkait. Pertama sesuai arti harfiahnya, ialah “rumah kediaman”. Kedua, maknanya adalah “dunia yang dihuni manusia” Jadi gerakan Oikoumene adalah “gerakan untuk menjadikan dunia ini sebuah rumah hunian bagi manusia sebagai sebuah keluarga besar. Istilah Oikoumene terdapat dalam Alkitab, dan digunakan oleh gereja-gereja, terutama di Barat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Dalam tradisi agama Kristen, ada yang disebut dengan istilah Oikoumene (bahasa Yunani, Oikos = rumah, monos = satu; Oikoumene= satu rumah).
Istilah ini mengalami beberapa penyesuaian dengan konteks perkembangan keKristenan sedunia. Tadinya hanya sebatas lingkungan keKristenan di wilayah kerajaan Romawi, tetapi kemudian menunjuk pada keKristenan secara umum. Dari situ berkembang lagi menjadi gereja-gereja (=agama Kristen), dan berkembang lagi sampai kepada hubungan gereja-gereja dengan ideologi-ideologi. Gerakan ini sangat dikenal dengan gerakan Oikoumene Gerakan yang peduli pada relasi-relasi antar denominasi gereja (keKristenan) antar agama Kristen dengan agama-agama lain, ideologi-ideologi bahkan tentang lingkungan hidup dan seluruh ciptaan Allah.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan solusi untuk para pemeluknya dalam menyikapi adanya pluralisme agama, yaitu gerakan Oikoumene Dan semua pengartian-pengartian tentang Oikoumene seperti yang tersebut di atas menuju kepada satu arah yaitu semacam kesadaran baru bahwa seluruh manusia di muka bumi ini tidak mungkin untuk menganut agama Kristen. Mereka mengumpamakannya seperti sebuah rumah yang terdiri dari banyak bilik (kamar). Namun rumah dengan banyak bilik tersebut merupakan satu kesatuan yang bisa saling berinteraksi dengan baik.
SIMPULAN
Gerakan sosial lazim dikonsepsikan sebagai kegiatan kolektif yang dilakukan kelompok tertentu untuk menciptakan kondisi sesuai dengan cita-cita kelompok tersebut. Bagi mereka, kehidupan masyarakat seperti yang ada pada saat ini dirasakan semakin tidak mampu menciptakan kesejahteraan, karena itu perlu diganti dengan tatanan sosial baru yang lebih baik. Tatanan sosial baru tersebut harus bersumber pada salah satunya adalah nilai-nilai keagamaan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil garis besar bahwa gerakan sosial keagamaan merupakan hasil perilaku kolektif yang dilakukan oleh sejumlah orang dengan mengatasnamakan nilai dan ajaran keagamaan yang bersifat rutin dan merupakan tanggapan terhadap adanya rangsangan yang berkaitan dengan kesadaran keagamaan.
Banyak sekali faktor pembentuk gerakan sosial keagamaan di dunia ini. Namun secara umum gerakan sosial keagamaan terbentuk karena adanya ketegangan struktural dan politik, sumber Daya dan Struktur Mobilisasi, kesempatan dan Hambatan Dinamika Sosial dan ideasional dan Proses Pembingkaian (Framing). Dari faktor-faktor tersebut, maka lahirlah gerakan-gerakan sosial keagamaan yang berfariatif di dalam setiap agama seperti Jamaah Tablig, Wahdah Islamiyah Jama’iyah Islamiyah, Al Khairat, perkumpulan Majelis Zikr, Perkumpulan Tasawuf, Brahma Samay, Oikoumene.
DAFTAR PUSTAKA
Mirsel Robert, Teori Pergerakan Sosial, Yogyakarta: Resist Book, 2004
Tanja Victor , Pluralisme Agama dan Problem Sosial (Diskursus Tiologi tentang Isu-isu Kontemporer Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998
Sumartana (Pluralisme, Konflik dan Perdamaian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
http://ift.tt/2mC0VsU Gerakan Keagamaan dalam Agama Hindu
http://ift.tt/2mhyaz4 Agama dan Gerakan Sosial
Loading...
PENDAHULUAN
Agama merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Manusia beragama bukan hanya terbatas pada mereka mempercayai adanya Tuhan namun bagi mereka yang mempercayai adanya kekuatan lain yang tidak terlihat secara kasap mata, dapat dikatakan sebagai manusia yang beragama. Agama meliputi berbagai bidang kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Mengatur dari hal sederhana sampai pada hal yang komplek. Agama merupakan patokan manusia dalam bertindak dalam kehidupannya.
Agama yang mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat dapat menjadi dasar dalam suatu pergerakan yang muncul dalam masyarakat. Perubahan zaman yang semakin hari kian pesat dengan membawa berbagai dampak pada kehidupan yang mulai menjauh dari nilai-nilai agama memicu bermunculannya gerakan sosial dengan basis agama untuk melakukan pembaharuan. Gerakan sosial keagamaan bermunculan untuk menjadi kontrol sosial masyarakat secara umum atau pemeluk agama tersebut secara khususnya.
PEMBAHASAN
AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK
A. Pengertian Gerakan Sosial-Politik Keagamaan
Gerakan sosial adalah hasil perilaku kolektif yaitu yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respon terhadap adanya rangsangan tertentu. Gerakan sosial lazim dikonsepsikan sebagai kegiatan kolektif yang dilakukan kelompok tertentu untuk menciptakan kondisi sesuai dengan cita-cita kelompok tersebut. Bagi mereka, kehidupan masyarakat seperti yang ada pada saat ini dirasakan semakin tidak mampu menciptakan kesejahteraan, karena itu perlu diganti dengan tatanan sosial baru yang lebih baik. Tatanan sosial baru tersebut harus bersumber pada salah satunya adalah nilai-nilai keagamaan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil garis besar bahwa gerakan sosial keagamaan merupakan hasil perilaku kolektif yang dilakukan oleh sejumlah orang dengan mengatasnamakan nilai dan ajaran keagamaan yang bersifat rutin dan merupakan tanggapan terhadap adanya rangsangan yang berkaitan dengan kesadaran keagamaan.
B. Faktor Terbentuknya Gerakan Sosial Keagamaan
Munculnya gerakan-gerakan sosial keagamaan diberbagai negara tidak serta merta muncul dengan sendirinya, melainkan disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang melatar belakanginya. Secara umum dan teoritis faktor terbentuknya gerakan sosial keagamaan tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Ketegangan struktural dan politik
Pendekatan awal terhadap studi gerakan sosial bersumber dari ulasan-ulasan psikologi sosial fungsional tentang perilaku massa. Titik tolak analisis tersebut ialah asumsi bahwa keseimbangan sistem merupakan suatu kondisi sosial yang natural dan stabil. Dari perspektif ini, masyarakat secara organis menghasilkan infrastruktur kelembagaan yang mengatur keseimbangan diantara input dan output dalam sistem politik. Tuntutan-tuntutan sosial diakomodasi oleh lembaga-lembaga yang responsif, mampu menyalurkan dan menangani begitu banyak kepentingan untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang optimal. Kebijakan-kebijakan ini nantinya akan berfungsi untuk meredakan berbagai tuntutan dan memelihara keseimbangan sistem tersebut. Bagi kaum fungsionalis, ketidakseimbangan sistem bersumber dari ketegangan-ketegangan struktural eksogen yang menghasilkan ketidakpuasan baru dan mengikis efisiensi lembaga-lembaga, menghasilkan disfungsi-disfungsi berupa patologis yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan politik. Jika kemampuan kelembagaan tidak dapat mengakomodasi tuntutan-tuntutan baru masyarakat, maka akan mengakibatkan munculnya ketegangan sosial dan kekacauan politik.
2. Sumber Daya dan Struktur Mobilisasi
Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) mencul sebagai tanggapan terhadap berbagai kelemahan dari pendekatan gerakan sosial model sosial-psikologis fungsionalisme di atas, yang mana TMSD melihat gerakan-gerakan sebagai sesuatu yang rasional, suatu manifestasi tindakan kolektif yang terorganisir. TMSD sebagai sebuah pendekatan menegaskan bahwa sementara ketidakpuasan tersebar luas namun gerakan tidak ada. Akibatnya ada variabel-variabel perantara yang menerjemahkan tiap-tiap ketidakpuasan menjadi suatu pernyatan yang terorganisasi. Bagi TMSD, sumber daya dan struktur-struktur mobilisasi seperti organisasi gerakan sosial yang formal diperlukan untuk menciptakan ketidakpuasan kolektif, yang tanpa itu kepuasan akan tetap merupakan ketidakpuasan individual. Gerakan sosial tidak dilihat sebagai ledakan tidak rasional yang ditujukan untuk meringankan ketegangan psikologis, tetapi lebih sebagai suatu pernyataan yang terorganisasi dan terstruktur melalui mekanisme-mekanisme mobilisasi yang memberikan sumber-sumber daya strategis bagi tindakan kolektif yang berlanjut.
3. Kesempatan dan Hambatan Dinamika Sosial
Gerakan-gerakan sosial tidak beroperasi dalam ruang hampa. Mereka adalah bagian dari suatu lingkungan dan konteks sosial yang lebih luas, yang dicirikan oleh berbagai konfigurasi keleluasaan dan hambatan yang berubah-ubah secara cair yang menstrukturkan dinamika gerakan. Terlepas dari tingkat ketidakpuasan, ketersediaan sumber daya atau kelaziman struktur mobilisasi, para aktor kolektif dalam gerakan sosial dibatasi dan diberdayakan oleh faktor-faktor eksogen yang sering kali membatasi kemungkinan gerakan dan daftar taktik, tindakan serta pilihan. Faktor eksogen yang terpenting tersebut menurut para ahli ialah pembukaan dan penutupan ruang politik dan lokasi kelembagaan dan substantifnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial keagamaan dibentuk olah aktor-aktor atau aktivis-aktivis sebagai pemikir strategis yang dipengaruhi oleh kesempatan dan hambatan dinamika sosial yang ada disekitarnya.
4. Ideasional dan Proses Pembingkaian (Framing)
Sejak tahun 1980-an para teoritisi gerakan sosial tertarik pada peran faktor-faktor ideasional, antara lain interaksi sosial, makna/identitas dan budaya. Selain dimensi strategis dan strukturalis dari mobilisasi yang digambarkan dalam Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) dan model proses politik, teori gerakan sosial semakin kuat mengkaji tentnag bagaimana individu dapat mengkonseptualisasi diri merka sendiri sebagai kolektifitas bagaimana para calon peserta/aktor gerakan sosial diyakinkan untuk berpartisipasi dan cara-cara dimana makna diproduksi, diartikulasikan dan disebarkan oleh aktor-aktor gerakan sosial melalui proses interaktif. Dalam perkembangannya sebuah pendekatan teoritis terhadap gerakan-gerakan sosial, minat ini umumnya mewujudkan dirinya melalui studi tentang pembingkaian (framing).
Bingkai (frame) merupakan skema-skema yang memberikan sebuah bahasa dan sarana kognitif untuk memahami pengalaman-pengalaman dan peristiwa di dunia luar. Bagi gerakan sosial, skema-skema ini penting untuk menghasilkan dan menyebarkan penafsiran-penafsiran gerakan dan dirancang untuk memobilisasi para aktor serta merangsang tindakan kolektif. Istilah “pembingkaian” (framing) digunakan untuk menggambarkan proses pembentukan makna.
C. Contoh Gerakan Sosial Keagamaan
Beberapa contoh gerakan sosial yang ada antara lain:
a. Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Islam
Apabila dikaitkan dengan gerakan keagamaan Islam, maka gerakan itu di Indonesia dimulai pada tahun 1901 ketika kelompok masyarakat keturunan Arab membentuk gerakan sosial keagamaan sebagai aktualisasi dari nilai-nilai keislaman dalam pandangan mereka yang keturunan Arab. Maka lahirlah Jami’at Al Khair sebagai nama yang dipilih untuk gerakan sosial tersebut. Kemudian gerakan sosial tersebut lebih konkrit lagi akibat adanya rangsangan penderitaan masyarakat di bidang ekonomi akibat tekanan kolonial, kaum aristokrasi dan kelompok masyarakat golongan timur asing (vreemde osterlingen) maka dibentuklah Syarikat Dagang Islam (1905).
Gerakan tersebut kemudian berubah bentuk lagi akibat terjadinya respon baru terhadap tantangan keummatan yaitu bidang politik. Maka SDI berubah lagi menjadi gerakan sosial Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912. Gerakan sosial yang berciri intelektual Islam kemudian lebih menonjol lagi dengan berdirinya Muhammadiyah (1911) dan Nahdlatul Ulama (1926). Dua gerakan sosial ini menjadi kuat karena kemampuan mereka menangkap rangsangan perlunya menghidupkan kembali warisan tradisi keulamaan (ihya atsar al salaf) dalam bentuk pemikiran keIslaman melalui pola pemeliharaan keruntutan sejarah pemikiran Islam (syuhud ‘ain al syari’at) sementara Muhammadiyah datang dengan respon purifikasi dan modernisme pemikiran Islam sebagai jawaban terhadap kondisi dunia Islam yang mengalami kemunduran akibat kekalahan umat Islam di bidang politik dan peradaban.
Selanjutnya bermunculan berbagai gerakan sosial Islam seperti Persatuan Islam (1920), Al Jam’iyatul Washliyah (1930) dan lain sebagainya. Gerakan sosial Islam ini mengalami masa kecemerlangan sampai kepada akhir orde lama. Memasuki orde baru, pemerintah memperkenalkan gagasan depolitisasi agama dan memperkecil ruang bagi gerakan-gerakan sosial Islam. Ternyata gerakan sosial keislaman yang sudah mapan ini tidak cukup proaktif dan kreatif berhadapan dengan politik orde baru. Lebih dari itu, gerakan sosial Islam ini tidak berhasil merumuskan sikap yang tidak rutin dalam memberikan jawaban terhadap tantangan yang baru. Ternyata, jumlah anggota yang banyak tidak menjadi jaminan atas adanya gerakan sosial yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap tantangan.
Akibatnya, maka bermunculan gerakan sosial Islam baru yang lebih dinamis dan kreatif yang mampu membangun perilaku kolektif dari sejumlah orang yang tidak lagi bersifat rutin. Munculnya berbagai gerakan sosial keislaman yang baru seperti Jamaah Tablig, Wahdah Islamiyah Jama’iyah Islamiyah, Al Khairat demikian juga berbagai perkumpulan Majelis Zikr, Perkumpulan Tasawuf adalah merupakan bentuk gerakan sosial keislaman yang baru yang mengisi kekosongan peran yang dahulu tekah diperankan oleh NU, Muhammadiyah, Al Washliyah, DDI dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi gerakan sosial keIslaman yang sudah mapan untuk melakukan revitalisasi guna membangun pola berpikir yang dinamis, kreatif dan inovatif agar tidak kehilangan momentum memberikan jawaban terhadap rangsangan perubahan.
Agama merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Manusia beragama bukan hanya terbatas pada mereka mempercayai adanya Tuhan namun bagi mereka yang mempercayai adanya kekuatan lain yang tidak terlihat secara kasap mata, dapat dikatakan sebagai manusia yang beragama. Agama meliputi berbagai bidang kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Mengatur dari hal sederhana sampai pada hal yang komplek. Agama merupakan patokan manusia dalam bertindak dalam kehidupannya.
Agama yang mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat dapat menjadi dasar dalam suatu pergerakan yang muncul dalam masyarakat. Perubahan zaman yang semakin hari kian pesat dengan membawa berbagai dampak pada kehidupan yang mulai menjauh dari nilai-nilai agama memicu bermunculannya gerakan sosial dengan basis agama untuk melakukan pembaharuan. Gerakan sosial keagamaan bermunculan untuk menjadi kontrol sosial masyarakat secara umum atau pemeluk agama tersebut secara khususnya.
PEMBAHASAN
AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK
A. Pengertian Gerakan Sosial-Politik Keagamaan
Gerakan sosial adalah hasil perilaku kolektif yaitu yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respon terhadap adanya rangsangan tertentu. Gerakan sosial lazim dikonsepsikan sebagai kegiatan kolektif yang dilakukan kelompok tertentu untuk menciptakan kondisi sesuai dengan cita-cita kelompok tersebut. Bagi mereka, kehidupan masyarakat seperti yang ada pada saat ini dirasakan semakin tidak mampu menciptakan kesejahteraan, karena itu perlu diganti dengan tatanan sosial baru yang lebih baik. Tatanan sosial baru tersebut harus bersumber pada salah satunya adalah nilai-nilai keagamaan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil garis besar bahwa gerakan sosial keagamaan merupakan hasil perilaku kolektif yang dilakukan oleh sejumlah orang dengan mengatasnamakan nilai dan ajaran keagamaan yang bersifat rutin dan merupakan tanggapan terhadap adanya rangsangan yang berkaitan dengan kesadaran keagamaan.
B. Faktor Terbentuknya Gerakan Sosial Keagamaan
Munculnya gerakan-gerakan sosial keagamaan diberbagai negara tidak serta merta muncul dengan sendirinya, melainkan disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang melatar belakanginya. Secara umum dan teoritis faktor terbentuknya gerakan sosial keagamaan tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Ketegangan struktural dan politik
Pendekatan awal terhadap studi gerakan sosial bersumber dari ulasan-ulasan psikologi sosial fungsional tentang perilaku massa. Titik tolak analisis tersebut ialah asumsi bahwa keseimbangan sistem merupakan suatu kondisi sosial yang natural dan stabil. Dari perspektif ini, masyarakat secara organis menghasilkan infrastruktur kelembagaan yang mengatur keseimbangan diantara input dan output dalam sistem politik. Tuntutan-tuntutan sosial diakomodasi oleh lembaga-lembaga yang responsif, mampu menyalurkan dan menangani begitu banyak kepentingan untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang optimal. Kebijakan-kebijakan ini nantinya akan berfungsi untuk meredakan berbagai tuntutan dan memelihara keseimbangan sistem tersebut. Bagi kaum fungsionalis, ketidakseimbangan sistem bersumber dari ketegangan-ketegangan struktural eksogen yang menghasilkan ketidakpuasan baru dan mengikis efisiensi lembaga-lembaga, menghasilkan disfungsi-disfungsi berupa patologis yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan politik. Jika kemampuan kelembagaan tidak dapat mengakomodasi tuntutan-tuntutan baru masyarakat, maka akan mengakibatkan munculnya ketegangan sosial dan kekacauan politik.
2. Sumber Daya dan Struktur Mobilisasi
Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) mencul sebagai tanggapan terhadap berbagai kelemahan dari pendekatan gerakan sosial model sosial-psikologis fungsionalisme di atas, yang mana TMSD melihat gerakan-gerakan sebagai sesuatu yang rasional, suatu manifestasi tindakan kolektif yang terorganisir. TMSD sebagai sebuah pendekatan menegaskan bahwa sementara ketidakpuasan tersebar luas namun gerakan tidak ada. Akibatnya ada variabel-variabel perantara yang menerjemahkan tiap-tiap ketidakpuasan menjadi suatu pernyatan yang terorganisasi. Bagi TMSD, sumber daya dan struktur-struktur mobilisasi seperti organisasi gerakan sosial yang formal diperlukan untuk menciptakan ketidakpuasan kolektif, yang tanpa itu kepuasan akan tetap merupakan ketidakpuasan individual. Gerakan sosial tidak dilihat sebagai ledakan tidak rasional yang ditujukan untuk meringankan ketegangan psikologis, tetapi lebih sebagai suatu pernyataan yang terorganisasi dan terstruktur melalui mekanisme-mekanisme mobilisasi yang memberikan sumber-sumber daya strategis bagi tindakan kolektif yang berlanjut.
3. Kesempatan dan Hambatan Dinamika Sosial
Gerakan-gerakan sosial tidak beroperasi dalam ruang hampa. Mereka adalah bagian dari suatu lingkungan dan konteks sosial yang lebih luas, yang dicirikan oleh berbagai konfigurasi keleluasaan dan hambatan yang berubah-ubah secara cair yang menstrukturkan dinamika gerakan. Terlepas dari tingkat ketidakpuasan, ketersediaan sumber daya atau kelaziman struktur mobilisasi, para aktor kolektif dalam gerakan sosial dibatasi dan diberdayakan oleh faktor-faktor eksogen yang sering kali membatasi kemungkinan gerakan dan daftar taktik, tindakan serta pilihan. Faktor eksogen yang terpenting tersebut menurut para ahli ialah pembukaan dan penutupan ruang politik dan lokasi kelembagaan dan substantifnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial keagamaan dibentuk olah aktor-aktor atau aktivis-aktivis sebagai pemikir strategis yang dipengaruhi oleh kesempatan dan hambatan dinamika sosial yang ada disekitarnya.
4. Ideasional dan Proses Pembingkaian (Framing)
Sejak tahun 1980-an para teoritisi gerakan sosial tertarik pada peran faktor-faktor ideasional, antara lain interaksi sosial, makna/identitas dan budaya. Selain dimensi strategis dan strukturalis dari mobilisasi yang digambarkan dalam Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) dan model proses politik, teori gerakan sosial semakin kuat mengkaji tentnag bagaimana individu dapat mengkonseptualisasi diri merka sendiri sebagai kolektifitas bagaimana para calon peserta/aktor gerakan sosial diyakinkan untuk berpartisipasi dan cara-cara dimana makna diproduksi, diartikulasikan dan disebarkan oleh aktor-aktor gerakan sosial melalui proses interaktif. Dalam perkembangannya sebuah pendekatan teoritis terhadap gerakan-gerakan sosial, minat ini umumnya mewujudkan dirinya melalui studi tentang pembingkaian (framing).
Bingkai (frame) merupakan skema-skema yang memberikan sebuah bahasa dan sarana kognitif untuk memahami pengalaman-pengalaman dan peristiwa di dunia luar. Bagi gerakan sosial, skema-skema ini penting untuk menghasilkan dan menyebarkan penafsiran-penafsiran gerakan dan dirancang untuk memobilisasi para aktor serta merangsang tindakan kolektif. Istilah “pembingkaian” (framing) digunakan untuk menggambarkan proses pembentukan makna.
C. Contoh Gerakan Sosial Keagamaan
Beberapa contoh gerakan sosial yang ada antara lain:
a. Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Islam
Apabila dikaitkan dengan gerakan keagamaan Islam, maka gerakan itu di Indonesia dimulai pada tahun 1901 ketika kelompok masyarakat keturunan Arab membentuk gerakan sosial keagamaan sebagai aktualisasi dari nilai-nilai keislaman dalam pandangan mereka yang keturunan Arab. Maka lahirlah Jami’at Al Khair sebagai nama yang dipilih untuk gerakan sosial tersebut. Kemudian gerakan sosial tersebut lebih konkrit lagi akibat adanya rangsangan penderitaan masyarakat di bidang ekonomi akibat tekanan kolonial, kaum aristokrasi dan kelompok masyarakat golongan timur asing (vreemde osterlingen) maka dibentuklah Syarikat Dagang Islam (1905).
Gerakan tersebut kemudian berubah bentuk lagi akibat terjadinya respon baru terhadap tantangan keummatan yaitu bidang politik. Maka SDI berubah lagi menjadi gerakan sosial Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912. Gerakan sosial yang berciri intelektual Islam kemudian lebih menonjol lagi dengan berdirinya Muhammadiyah (1911) dan Nahdlatul Ulama (1926). Dua gerakan sosial ini menjadi kuat karena kemampuan mereka menangkap rangsangan perlunya menghidupkan kembali warisan tradisi keulamaan (ihya atsar al salaf) dalam bentuk pemikiran keIslaman melalui pola pemeliharaan keruntutan sejarah pemikiran Islam (syuhud ‘ain al syari’at) sementara Muhammadiyah datang dengan respon purifikasi dan modernisme pemikiran Islam sebagai jawaban terhadap kondisi dunia Islam yang mengalami kemunduran akibat kekalahan umat Islam di bidang politik dan peradaban.
Selanjutnya bermunculan berbagai gerakan sosial Islam seperti Persatuan Islam (1920), Al Jam’iyatul Washliyah (1930) dan lain sebagainya. Gerakan sosial Islam ini mengalami masa kecemerlangan sampai kepada akhir orde lama. Memasuki orde baru, pemerintah memperkenalkan gagasan depolitisasi agama dan memperkecil ruang bagi gerakan-gerakan sosial Islam. Ternyata gerakan sosial keislaman yang sudah mapan ini tidak cukup proaktif dan kreatif berhadapan dengan politik orde baru. Lebih dari itu, gerakan sosial Islam ini tidak berhasil merumuskan sikap yang tidak rutin dalam memberikan jawaban terhadap tantangan yang baru. Ternyata, jumlah anggota yang banyak tidak menjadi jaminan atas adanya gerakan sosial yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap tantangan.
Akibatnya, maka bermunculan gerakan sosial Islam baru yang lebih dinamis dan kreatif yang mampu membangun perilaku kolektif dari sejumlah orang yang tidak lagi bersifat rutin. Munculnya berbagai gerakan sosial keislaman yang baru seperti Jamaah Tablig, Wahdah Islamiyah Jama’iyah Islamiyah, Al Khairat demikian juga berbagai perkumpulan Majelis Zikr, Perkumpulan Tasawuf adalah merupakan bentuk gerakan sosial keislaman yang baru yang mengisi kekosongan peran yang dahulu tekah diperankan oleh NU, Muhammadiyah, Al Washliyah, DDI dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi gerakan sosial keIslaman yang sudah mapan untuk melakukan revitalisasi guna membangun pola berpikir yang dinamis, kreatif dan inovatif agar tidak kehilangan momentum memberikan jawaban terhadap rangsangan perubahan.
b. Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Hindu
• Gerakan Brahma Samay
Gerakan Brahma Samay (berarti masyarakat Brahman) tampil sebagai gerakan yang sangat teistik. Gerakan ini menolak politeisme, pemujaan patung-patung, korban Binatang, menganjurkan dihapuskannya praktek sati (pembakaran janda), perkawinan anak-anak dan menolak praktek poligami. Gerakan ini didirikan di Bengala. Tokoh-tokonnya yang sangat terkenal adalah Ram Mohan Roy (1774-1833), Devendranath Tagore (1817-1905), dan Keshab Chandra Sen (1838-1884).
Ram Mohan Roy adalah seorang cendekiawan ahli Arab dan Persi. Karya pertamanya berjudul Tuhfat al-muwahhidin yang ditulisnya dalam bahasa Arab. Selain belajar bahasa Arab dan Persia, ia juga mempelajari Bahasa Sanskerta terutama untuk mempelajari agama Hindu. Bahasa Inggris dipelajarinya karena kaitannya dengan East India Company. Bahasa Ibrani dan Bahasa Yunani dipelajarinya dari misi Serampone di dekat Kalkuta.
Ram Mohan Roy sering disebut sebagai bapak modernisasi India. Ia mendirikan Brahma Samay sekitar 1828, Ram Mohan Roy juga pernah menerjemahkan Bibel ke dalam bahasa Bengali dan bahasa Sanskerta. Jasanya dianggap sangat besar dalam menghapuskan sati dan mengenalkan pendidikan Inggris. Tahun 1816, ia menerbitkan Vedanta Sara yang berusaha menemukan suatu monoteisme dalam pandangan Vedanta. Dengan usaha keras dicarinya ayat-ayat dalam Upanishad yang mendukung ajaran monoteisme ini. Dengan tegas ia mengemukakan bahwa tempat untuk memuja para dewa tidak terbatas pada kasta para pemujanya saja. Ia melarang penggunaan patung dan gambar-gambar yang dipasang ditempat ibadat. Hanya Khutbah-khutbah, Kidung-kidung dan doa-doa saja yang dibenarkan. Selain itu ia juga mengecam sikap meremehkan peribadatan berbagai macam agama.
c. Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Kristen
Istilah Oikoumene nyaris diartikan sebagai universal atau inter-iman, yang sesungguhnya keliru. Makna aslinya adalah bumi yang dihuni. Kata oikos dalam bahasa Yunani berarti “rumah”, mene adalah “bumi”. Kata Oikoume nemempunyai dua arti yang saling terkait. Pertama sesuai arti harfiahnya, ialah “rumah kediaman”. Kedua, maknanya adalah “dunia yang dihuni manusia” Jadi gerakan Oikoumene adalah “gerakan untuk menjadikan dunia ini sebuah rumah hunian bagi manusia sebagai sebuah keluarga besar. Istilah Oikoumene terdapat dalam Alkitab, dan digunakan oleh gereja-gereja, terutama di Barat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Dalam tradisi agama Kristen, ada yang disebut dengan istilah Oikoumene (bahasa Yunani, Oikos = rumah, monos = satu; Oikoumene= satu rumah).
Istilah ini mengalami beberapa penyesuaian dengan konteks perkembangan keKristenan sedunia. Tadinya hanya sebatas lingkungan keKristenan di wilayah kerajaan Romawi, tetapi kemudian menunjuk pada keKristenan secara umum. Dari situ berkembang lagi menjadi gereja-gereja (=agama Kristen), dan berkembang lagi sampai kepada hubungan gereja-gereja dengan ideologi-ideologi. Gerakan ini sangat dikenal dengan gerakan Oikoumene Gerakan yang peduli pada relasi-relasi antar denominasi gereja (keKristenan) antar agama Kristen dengan agama-agama lain, ideologi-ideologi bahkan tentang lingkungan hidup dan seluruh ciptaan Allah.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan solusi untuk para pemeluknya dalam menyikapi adanya pluralisme agama, yaitu gerakan Oikoumene Dan semua pengartian-pengartian tentang Oikoumene seperti yang tersebut di atas menuju kepada satu arah yaitu semacam kesadaran baru bahwa seluruh manusia di muka bumi ini tidak mungkin untuk menganut agama Kristen. Mereka mengumpamakannya seperti sebuah rumah yang terdiri dari banyak bilik (kamar). Namun rumah dengan banyak bilik tersebut merupakan satu kesatuan yang bisa saling berinteraksi dengan baik.
SIMPULAN
Gerakan sosial lazim dikonsepsikan sebagai kegiatan kolektif yang dilakukan kelompok tertentu untuk menciptakan kondisi sesuai dengan cita-cita kelompok tersebut. Bagi mereka, kehidupan masyarakat seperti yang ada pada saat ini dirasakan semakin tidak mampu menciptakan kesejahteraan, karena itu perlu diganti dengan tatanan sosial baru yang lebih baik. Tatanan sosial baru tersebut harus bersumber pada salah satunya adalah nilai-nilai keagamaan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil garis besar bahwa gerakan sosial keagamaan merupakan hasil perilaku kolektif yang dilakukan oleh sejumlah orang dengan mengatasnamakan nilai dan ajaran keagamaan yang bersifat rutin dan merupakan tanggapan terhadap adanya rangsangan yang berkaitan dengan kesadaran keagamaan.
Banyak sekali faktor pembentuk gerakan sosial keagamaan di dunia ini. Namun secara umum gerakan sosial keagamaan terbentuk karena adanya ketegangan struktural dan politik, sumber Daya dan Struktur Mobilisasi, kesempatan dan Hambatan Dinamika Sosial dan ideasional dan Proses Pembingkaian (Framing). Dari faktor-faktor tersebut, maka lahirlah gerakan-gerakan sosial keagamaan yang berfariatif di dalam setiap agama seperti Jamaah Tablig, Wahdah Islamiyah Jama’iyah Islamiyah, Al Khairat, perkumpulan Majelis Zikr, Perkumpulan Tasawuf, Brahma Samay, Oikoumene.
DAFTAR PUSTAKA
Mirsel Robert, Teori Pergerakan Sosial, Yogyakarta: Resist Book, 2004
Tanja Victor , Pluralisme Agama dan Problem Sosial (Diskursus Tiologi tentang Isu-isu Kontemporer Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998
Sumartana (Pluralisme, Konflik dan Perdamaian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
http://ift.tt/2mC0VsU Gerakan Keagamaan dalam Agama Hindu
http://ift.tt/2mhyaz4 Agama dan Gerakan Sosial
Demikianlah Artikel MAKALAH TENTANG : AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK
Sekianlah artikel MAKALAH TENTANG : AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel MAKALAH TENTANG : AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK dengan alamat link https://gurupintarmengajar.blogspot.com/2017/03/makalah-tentang-agama-dan-gerakan.html
0 Response to "MAKALAH TENTANG : AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK"
Post a Comment