Loading...
Judul : Unsur Dasar Seni Rupa
link : Unsur Dasar Seni Rupa
Unsur Dasar Seni Rupa
Unsur Dasar Seni Rupa
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Setiap hasil karya manusia sudah semestinya memiliki keindahan walau sekecil apapun. Terlebih untuk bentuk karya seni, tentu harus mengutamakan nilai keindahan, sebab jika kurang memiliki nilai keindahan berarti bukan karya seni yang baik.
Salah satu jenis karya seni, yakni karya seni rupa. Karya seni rupa mulanya terbentuk dari unsur-unsur seni rupa yang satu sama lain saling berkaitan, sehingga membentuk suatu keutuhan karya. Unsur dasar seni rupa tersebut, diantaranya:
1. Titik
Sadjiman Ebdi Sanyoto (2009, hlm. 94) berpendapat “secara umum dimengerti bahwa suatu bentuk disebut sebagai titik karena ukurannya yang kecil, dikatidakan kecil karena obyek tersebut berada pada area yang luas dan manakala dengan obyek yang sama dapat dikatidakan besar apabila diletidakan pada area yang sempit”.
Titik memiliki peran yang sama dengan elemen seni yang lain, seperti garis dan warna. Penggunaan titik biasanya pada bagian-bagian yang terkecil dalam suatu karya seni rupa. Misalkan, dalam lukisan manusia, titik digunakan pada bagian detail wajah, mata, dan dalam lukisan pemandangan. Terlebih “dalam seni lukis ada suatu aliran yang disebut dengan pointilis” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 70). Aliran pontilis ini, memaksimalkan penggunaan titik-titik untuk menggambar dan melukis.
2. Garis
Menurut Sadjiman Ebdi Sanyoto (2009, 96) “garis merupakan suatu bentuk yang berukuran kecil tetapi memanjang”. Garis juga dapat diartikan sebagai sekumpulan titik yang bila dideretkan, maka dimensi panjangnya akan tampak menonjol dan sosok tersebut disebut dengan garis. Terbentuknya garis merupakan gerakan dari suatu titik yang membekaskan jejaknya sehingga terbentuk suatu goresan. Untuk menimbulkan bekas, biasa mempergunakan pensil, pena, dan kuas. Bagi karya seni rupa, garis memiliki fungsi fundamental, sehingga diibaratkan jantungnya seni rupa.
“Bagi kebanyakan orang, garis lurus mendorong rasa kaku, ketegasan, kebenaran, dan ketelitian. Garis lurus adalah positif, langsung, keras, kuat, tegar, teguh hati, dan tidak kenal kompromi. Garis lengkung ramping-ringan adalah fleksibel, harmonis, kalem, feminim, terang, sopan, budiman, tetapi terasa malas, kabur, dan tidak bertujuan” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 71).
Pentingnya garis sebagai elemen seni rupa, sudah terlihat sejak dahulu kala. Nenek moyang manusia jaman dulu, menggunakan garis ini sebagai media ekspresi seni rupa di gua-gua. Mereka menggunakan garis untuk membentuk obyek-obyek ritual mereka. Selain berupa lukisan, nenek moyang manusia juga menggunakan garis sebagai media komunikasi, seperti huruf paku peninggalan bangsa Phoenicia (abad 12- 10 sebelum masehi) yang berupa goresan-goresan. Di samping potensi garis sebagai pembentuk kontur, garis merupakan elemen untuk mengungkapkan gerak dan bentuk, baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Suasana garis dalam hubungannya sebagai elemen seni rupa, garis memiliki kemampuan untuk mengungkapkan suasana. Suasana yang tercipta dari sebuah garis terjadi karena proses stimulasi dari bentuk-bentuk sederhana yang sering kita lihat di sekitar kita, yang terwakili dari bentuk garis tersebut.
Karakter garis merupakan bahasa rupa dari unsur garis, baik untuk garis nyata maupun garis semu. Bahasa garis sangat penting dalam penciptaan karya seni untuk menciptidakan karakter yang diinginkan. “Bentuk tugu misalnya dapat diterjemahkan ke dalam bentuk garis vertikal, bangunan rumah yang mendatar dapat diterjamahkan ke dalam bentuk garis mendaftar. Berikut ini beberapa karakter garis menurut Sadjiman Ebdi Sanyoto 2005, hlm. 80), sebagai berikut:
a. Garis horisontal
Garis horisontal atau garis mendatar air mengasosiasikan cakrawala laut mendatar, pohon tumbang orang/mati dan lain-lain benda yang panjang mendatar. Garis horisontal memberi karakter terkenal, damai, pasif, dan kaku. Melambangkan ketenangan, kedamaian, dan kemantapan.
b. Garis vertikal
Garis vertikal atau garis tegak ke atas mengasosiasikan benda-benda yang berdiri tegak lurus, seperti batang pohon, orang berdiri, tugu, dan lain-lan. Garis vertikal memberikan karakter keseimbangan, megah, kuat, tetapi statis dan kaku. Garis vertikal juga melambangkan kestabilan/keseimbangan, kemegahan, kekuatan, kekokohan, kejujuran, dan kemashuran.
c. Garis diagonal
Garis diagonal atau garis miring mengasosiasikan orang lari, kuda meloncat, pohon doyong, dan obyek yang mengesankan keadaan yang tidak seimbang dan menimbulkan gerakan akan jatuh. Garis diagonal memberikan karakter gerakan (movement), gerak lari/meluncur, dinamik, tidak seimbang, gerak gesit, lincah, dan menggetarkan.
d. Garis zig-zag
Garis zig-zag merupakan garis lurus patah-patah bersudut runcing yang dibuat dengan gerakan naik turun secara cepat spontan merupakan gabungan dari garis-garis vertikal dan diagonal memberi sugesti semangat dan gairah. Garis zig-zag mengasosiasikan sebagai petir/kilat, letusan, retak-retak tembok, dan semacamnya, sehingga mengesankan bahaya. Garis zig-zag memberi karakter gairah, semangat, bahaya, dan mengerikan.
e. Garis lengkung
Garis lengkung meliputi lengkung mengapung, lengkung kubah, dan lengkuh busur. Garis lengkung mengasosiasikan gumpalan asap, buih sabun, balon, dan semacamnya. Garis lengkung memberikan karakter ringan, dinamis, dan kuat.
f. Garis lengkung S
Garis lengkung S atau garis lemah gemulai merupakan garis lengkung majemuk atau lengkung ganda. Garis ini dibuat dengan gerakan melengkung ke atas bersambung melengkung ke bawah atau melengkung ke kanan bersambung melengkung ke kiri yang merupakan gerakan indah. Garis ini merupakan garis terindah dari semua garis yang memberikan asosiasi gerakan ombak, padi/rumput tertiup angin, pohon tertiup angin, gerakan lincah, dan semacamnya. Garis lengkung S memberikan karakter indah, dinamis, dan luwes.
3. Bidang
Bidang geometri
Sadjiman Ebdi Sanyoto (2009, hlm. 117) menyatakan bahwa “bidang adalah suatu bentuk raut pipih, datar sejajar dengan dimensi panjang dan lebar serta menutup permukaan. Bentuk-bentuk yang pipih/gepeng, seperti tripleks, kertas, karton, seng, papan tulis, dan bidang datar lainnya.
Bidang juga dapat diartikan sebagai bentuk yang menempati ruang dan bentuk bidang sebagai ruangnya sendiri disebut ruang dwimatra. “Bidang yang menempati ruang dapat membentuk datar sejajar tafril yang memiliki panjang dan lebar, atau dapat berbentuk maya, yaitu bidang yang seolah-olah membuat sudut dengan tafril sehingga seperti memiliki kedalaman tetapi semu” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 83).
Macam-macam bentuk bidang, meliputi bidang geometri dan bidang non geometri. Bidang geometri adalah bidang teratur yang dibuat secara matematis, seperti segi tiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi delapan, lingkaran, dan bidang yang mempunyai bentuk teratur. Sedangkan bidang non geometri adalah bidang yang dibuat secara bebas atau bisa juga dikatakan bidang organik, bidang bersudut bebas, bidang gabungan, dan bidang maya. Bidang organik yaitu bidang-bidang yang dibatasi garis lengkung-lengkung bebas, bidang bersudut bebas yaitu bidang-bidang yang dibatasi garis patah-patah bebas, dan bidang gabungan yaitu bidang gabungan antara lengkung dan bersudut.
Selain bentuk bidang yang rata sejajar tafril, terdapat bidang yang bersifat maya, yaitu bentuk bidang yang seolah meliuk, bentuk bidang yang seolah miring membentuk sudut dengan tafril/membentuk perspektif, dan bentuk bidang yang seolah bersudut-sudut.
“Bentuk apa saja di alam ini dapat disederhanakan menjadi bentuk bidang dengan geometri, non geometri, atau bidang gabungan, seperti pohon, rumah, kuda, gitar, dan lain-lain yang bersifat datar/dekoratif sebagai ciri khasnya” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 84).
4. Bentuk
Sadjiman Ebdi Sanyoto (2009, hlm. 93) mengemukakan bahwa “bentuk adalah wujud, rupa, bangun, atau gambaran tentang apa saja yang ada di alam termasuk karya seni atau desain yang dapat disederhanakan menjadi titik, garis, dan bidang”.
Pada umumnya bentuk dapat dibedakan menjadi dua golongan, yakni:
a. Bentuk beraturan (geometris) yaitu obyek-obyek yang memiliki bentuk beraturan, seperti: bentuk kubistik (obyek yang memiliki bentuk dasar piramida, kubus, balok, prisma, dan limas), bentuk silindris (obyek yang memiliki bentuk dasar tabung dan kerucut), dan bentuk bola (obyek yang memiliki bentuk dasar bulat seperti bola).
b. Bentuk tidak beraturan (non geometris), yakni obyek-obyek yang bentuknya tidak beraturan (bukan kubistik, silindris, atau bola).
5. Ruang
Setiap bentuk pasti menempati ruang. Oleh karena itu, ruang merupakan unsur rupa yang mesti ada, karena ruang merupakan bentuk-bentuk berada. Dengan kata lain, setiap bentuk pasti menempati ruang. “Dikarenakan bentuk dapat dua dimensi dan tiga dimensi, maka ruang pun meliputi ruang dua dimensi/dwimatra dan tiga dimensi/trimatra” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 97). Selain dua jenis ruang tersebut, ada juga yang disebut dengan ruang maya atau semu. Berikut ini penjabarannya lebih lanjut:
a. Ruang dwimatra
Ruang dwimatra adalah ruang papar/datar. Ruang ini banyak dimanfaatkan oleh para desainer/perancang untuk menempatkan bentuk yang sifatnya datar, seperti gambar-gambar proyeksi dengan potongan-potongan dan pandangan-pandangan tertentu, bentuk tulisan, bentuk-bentuk kode, rancangan tekstil, dan gambar-gambar dekoratif.
Ruang dwimatra hanya mengenal dua dimensi, yakni panjang dan lebar. Ruang dwimatra juga hanya mengenal arah horizontal, diagonal, dan vertikal yang rata dengan tafril dan hanya mengenal kedudukan di kiri-tengah-kanan, atas-tengah-bawah, yang menempati/terletak pada tafril. Ruang dwimatra yang terisi obyek pada umumnya disebut ruang positif dan ruang yang tidak terisi obyek disebut ruang negatif.
b. Ruang trimatra
Ruang trimatra merupakan jenis ruang yang benar-benar diartikan sebagai ruangan yang berongga atau yang sempurna, memiliki tiga dimensi penuh, panjang, lebar, dan dalam/tebal. Semua bentuk yang ada di alam termasuk karya seni tiga dimensi, seperti berbagai bentuk bangunan/arsitektur, taman, patung, interior, kerajinan, hasil-hasil industri, yang dapat dijamah/diraba dan menempati ruang trimatra.
Tata rupa trimatra pada prinsipnya sama dengan dwimatra, yang berbeda hanya unsur-unsurnya dimana jika garis untuk dwimatra merupakan hasil goresan, sedangkan untuk trimatra wujud garis berupa kawat, tali, galah, tiang, dan apa saja yang berbentuk kecil memanjang. Bidang trimatra dapat berwujud triplek, seng, kertas, karton, dinding, papan tulis, dan apa saja yang memiliki dimensi panjang dan lebar dengan ketebalan yang tidak diperhitungkan sebagai tebal.
c. Ruang maya
Ruang maya atau ruang tiga dimensi semu adalah ruang datar dua dimensi namun bentuk raut yang menempati ruang tersebut direka sedemikian rupa, sehingga mengecoh penglihat secara imajinasi terlihat adanya ruang tiga dimensi.
Ruang tiga dimensi semu merupakan jenis ruang yang paling banyak digunakan oleh para desainer untuk menuangkan ekspresi, karena jenis ruang ini paling banyak dapat melahirkan ide-ide yang imajinatif dan emosional. Secara nyata ruang dua dimensi adalah datar berdimensi panjang dan lebar, namun secara maya dapat diciptakan dimensi ke dalam, sehingga membentuk ilusi ruang, dimana kedudukan bentuk tidak hanya menempati ruang di kiri ke kanan atau di atas ke bawah sejajar tafril, akan tetapi juga menempati ruang di depan dan di belakang tafril.
6. Warna
Bentuk/benda apa saja di alam ini tentu memiliki warna, manakala terhadap cahaya. Tanpa cahaya warna tidak akan ada. Warna merupakan getaran/gelombang yang diterima indera penglihatan.
Warna dapat didefinisikan secara obyektif/fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan atau secara subyektif/psikologis sebagai bahan dari pengalaman indera penglihatan. “Secara obyektif/fisik warna dapat diberikan oleh panjang gelombang, cahaya yang tampak oleh mata merupakan bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang sempit dari gelombang elektromagnetik” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009, hlm. 13).
Proses terlihatnya warna ketika adanya cahaya yang menimpa suatu benda dan benda tersebut memantulkan cahaya ke mata (retina), terlihatlah warna manakala orang tersebut tidak buta warna. Benda berwarna merah karena benda tersebut bersifat pigmen memantulkan warna merah dan menyerap warna pelangi lainnya. Benda berwarna hitam karena sifat pigmen benda tersebut menyerap semua warna pelangi. Sebaliknya suatu benda berwarna putih karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan semua warna pelangi atau semua panjang gelombang.
“Sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan, warna merupakan pantulan cahaya dari sesuatu yang nampak, yang diterima mata berupa cat, tekstil, batu, tanah, daun, kulit, rambut, dan lain-lain yang disebut pigmen atau warna bahan” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 10).
Menurut kejadiannya, warna dibagi menjadi dua, yakni warna additive dan warna subractive. Additiveadalah warna-warna yang berasal dari cahaya yang disebut spektrum. Sedangkan warna subractive adalah warna yang berasal dari pigmen. Warna pokok additiveadalah merah, hijau, dan biru. Dalah komputer disebut warna model RGB (red, green, blue). Warna pokok subractive adalah cyan, magenta, dan kuning. Dalam komputer disebut model CMY (cyan, magenta, yellow). Dalam teori, warna-warna pokok additive dan subractivedisusun ke dalam sebuah lingkaran, di dalam lingkaran tersebut warna pokok additive dan warna pokok subractive saling berhadapan atau saling berkomplemen.
7. Tekstur
Pada umumnya tekstur berhubungan dengan sifat permukaan yang kasar. Padahal sesungguhnya permukaan yang halus pun merupakan tekstur. Dengan demikian, “sifat-sifat permukaan kasar-halus, kasab-licin, keras-lunak, bermotif-polos, cemerlang-suram, dan lainnya, semuanya adalah tekstur” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 62).
Tekstur secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi:
a. Tekstur kasar nyata
Tekstur kasar nyata amat berguna untuk memperoleh keindahan karena dengan permukaan yang kasar akan lebih mudah untuk memperoleh keselarasan/harmoni. Permukaan yang kasar memiliki bukit-bukit atau relief, sehingga karena adanya sinar, maka menimbulkan bayangan gelap terang atau value yang kemudian menetralisir warna-warna yang ada dan secara otomatis menjadi susunan yang harmonis. Tekstur kasar nyata juga dapat difungsikan sebagai dominasi atau daya tarik, manakala sebagian besar susunan menggunakan tekstur halus. Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keindahan.
b. Tekstur kasar semu
Tekstur kasar semu adalah tekstur yang kekasaran rautnya bersifat semu, artinya terlihat kasar tetapi jika diraba akan terasa halus. Tekstur ini terbagi menjadi tiga bagian, yakni:
1) Tekstur hias manual, yakni menghiasi permukaan yang dibuat secara manual. Tekstur ini hanya sekedar menghias permukaan saja, jika teksturnya dihilangkan tidak dapat mempengaruhi bidangnya.
2) Tekstur mekanik, yakni tekstur yang dibuat dengan alat mekanik seperti mistar, jangka, alat foto, tipografi, raster cetak, dan cetak komputer.
3) Tekstur ekspresi, yakni merupakan bagian dari proses penciptaan rupa, dimana tekstur merupakan kesatuan tidak dipisahkan. Tekstur jenis ini banyak dilakukan pada seni lukis, seni grafis, desain komunikasi visual, dan lainnya. Tekstur ini dapat hasil dari goresan tangan atau hasil mekanik.
c. Tekstur halus
Tekstur halus merupakan tekstur yang dilihat halus dan diraba pun halus. Tekstur bisa licin, kusam, atau mengkilat. Tekstur halus merupakan permukaan yang bisa dilihat sehari-hari pada berbagai obyek, sehingga kurang diperhitungkan keindahannya.
Referensi
Sanyoto, S. E. (2005). Dasar-dasar Tata Rupa & Desain. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.
Sanyoto, S. E. (2009). Elemen-elemen Seni dan Desain (edisi ke-2). Yogyakarta: Jalasutra.
Unsur Dasar Seni Rupa
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Setiap hasil karya manusia sudah semestinya memiliki keindahan walau sekecil apapun. Terlebih untuk bentuk karya seni, tentu harus mengutamakan nilai keindahan, sebab jika kurang memiliki nilai keindahan berarti bukan karya seni yang baik.
Salah satu jenis karya seni, yakni karya seni rupa. Karya seni rupa mulanya terbentuk dari unsur-unsur seni rupa yang satu sama lain saling berkaitan, sehingga membentuk suatu keutuhan karya. Unsur dasar seni rupa tersebut, diantaranya:
1. Titik
Sadjiman Ebdi Sanyoto (2009, hlm. 94) berpendapat “secara umum dimengerti bahwa suatu bentuk disebut sebagai titik karena ukurannya yang kecil, dikatidakan kecil karena obyek tersebut berada pada area yang luas dan manakala dengan obyek yang sama dapat dikatidakan besar apabila diletidakan pada area yang sempit”.
Titik memiliki peran yang sama dengan elemen seni yang lain, seperti garis dan warna. Penggunaan titik biasanya pada bagian-bagian yang terkecil dalam suatu karya seni rupa. Misalkan, dalam lukisan manusia, titik digunakan pada bagian detail wajah, mata, dan dalam lukisan pemandangan. Terlebih “dalam seni lukis ada suatu aliran yang disebut dengan pointilis” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 70). Aliran pontilis ini, memaksimalkan penggunaan titik-titik untuk menggambar dan melukis.
2. Garis
Menurut Sadjiman Ebdi Sanyoto (2009, 96) “garis merupakan suatu bentuk yang berukuran kecil tetapi memanjang”. Garis juga dapat diartikan sebagai sekumpulan titik yang bila dideretkan, maka dimensi panjangnya akan tampak menonjol dan sosok tersebut disebut dengan garis. Terbentuknya garis merupakan gerakan dari suatu titik yang membekaskan jejaknya sehingga terbentuk suatu goresan. Untuk menimbulkan bekas, biasa mempergunakan pensil, pena, dan kuas. Bagi karya seni rupa, garis memiliki fungsi fundamental, sehingga diibaratkan jantungnya seni rupa.
“Bagi kebanyakan orang, garis lurus mendorong rasa kaku, ketegasan, kebenaran, dan ketelitian. Garis lurus adalah positif, langsung, keras, kuat, tegar, teguh hati, dan tidak kenal kompromi. Garis lengkung ramping-ringan adalah fleksibel, harmonis, kalem, feminim, terang, sopan, budiman, tetapi terasa malas, kabur, dan tidak bertujuan” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 71).
Pentingnya garis sebagai elemen seni rupa, sudah terlihat sejak dahulu kala. Nenek moyang manusia jaman dulu, menggunakan garis ini sebagai media ekspresi seni rupa di gua-gua. Mereka menggunakan garis untuk membentuk obyek-obyek ritual mereka. Selain berupa lukisan, nenek moyang manusia juga menggunakan garis sebagai media komunikasi, seperti huruf paku peninggalan bangsa Phoenicia (abad 12- 10 sebelum masehi) yang berupa goresan-goresan. Di samping potensi garis sebagai pembentuk kontur, garis merupakan elemen untuk mengungkapkan gerak dan bentuk, baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Suasana garis dalam hubungannya sebagai elemen seni rupa, garis memiliki kemampuan untuk mengungkapkan suasana. Suasana yang tercipta dari sebuah garis terjadi karena proses stimulasi dari bentuk-bentuk sederhana yang sering kita lihat di sekitar kita, yang terwakili dari bentuk garis tersebut.
Karakter garis merupakan bahasa rupa dari unsur garis, baik untuk garis nyata maupun garis semu. Bahasa garis sangat penting dalam penciptaan karya seni untuk menciptidakan karakter yang diinginkan. “Bentuk tugu misalnya dapat diterjemahkan ke dalam bentuk garis vertikal, bangunan rumah yang mendatar dapat diterjamahkan ke dalam bentuk garis mendaftar. Berikut ini beberapa karakter garis menurut Sadjiman Ebdi Sanyoto 2005, hlm. 80), sebagai berikut:
a. Garis horisontal
Garis horisontal atau garis mendatar air mengasosiasikan cakrawala laut mendatar, pohon tumbang orang/mati dan lain-lain benda yang panjang mendatar. Garis horisontal memberi karakter terkenal, damai, pasif, dan kaku. Melambangkan ketenangan, kedamaian, dan kemantapan.
b. Garis vertikal
Garis vertikal atau garis tegak ke atas mengasosiasikan benda-benda yang berdiri tegak lurus, seperti batang pohon, orang berdiri, tugu, dan lain-lan. Garis vertikal memberikan karakter keseimbangan, megah, kuat, tetapi statis dan kaku. Garis vertikal juga melambangkan kestabilan/keseimbangan, kemegahan, kekuatan, kekokohan, kejujuran, dan kemashuran.
c. Garis diagonal
Garis diagonal atau garis miring mengasosiasikan orang lari, kuda meloncat, pohon doyong, dan obyek yang mengesankan keadaan yang tidak seimbang dan menimbulkan gerakan akan jatuh. Garis diagonal memberikan karakter gerakan (movement), gerak lari/meluncur, dinamik, tidak seimbang, gerak gesit, lincah, dan menggetarkan.
d. Garis zig-zag
Garis zig-zag merupakan garis lurus patah-patah bersudut runcing yang dibuat dengan gerakan naik turun secara cepat spontan merupakan gabungan dari garis-garis vertikal dan diagonal memberi sugesti semangat dan gairah. Garis zig-zag mengasosiasikan sebagai petir/kilat, letusan, retak-retak tembok, dan semacamnya, sehingga mengesankan bahaya. Garis zig-zag memberi karakter gairah, semangat, bahaya, dan mengerikan.
e. Garis lengkung
Garis lengkung meliputi lengkung mengapung, lengkung kubah, dan lengkuh busur. Garis lengkung mengasosiasikan gumpalan asap, buih sabun, balon, dan semacamnya. Garis lengkung memberikan karakter ringan, dinamis, dan kuat.
f. Garis lengkung S
Garis lengkung S atau garis lemah gemulai merupakan garis lengkung majemuk atau lengkung ganda. Garis ini dibuat dengan gerakan melengkung ke atas bersambung melengkung ke bawah atau melengkung ke kanan bersambung melengkung ke kiri yang merupakan gerakan indah. Garis ini merupakan garis terindah dari semua garis yang memberikan asosiasi gerakan ombak, padi/rumput tertiup angin, pohon tertiup angin, gerakan lincah, dan semacamnya. Garis lengkung S memberikan karakter indah, dinamis, dan luwes.
3. Bidang
Bidang geometri
Sadjiman Ebdi Sanyoto (2009, hlm. 117) menyatakan bahwa “bidang adalah suatu bentuk raut pipih, datar sejajar dengan dimensi panjang dan lebar serta menutup permukaan. Bentuk-bentuk yang pipih/gepeng, seperti tripleks, kertas, karton, seng, papan tulis, dan bidang datar lainnya.
Bidang juga dapat diartikan sebagai bentuk yang menempati ruang dan bentuk bidang sebagai ruangnya sendiri disebut ruang dwimatra. “Bidang yang menempati ruang dapat membentuk datar sejajar tafril yang memiliki panjang dan lebar, atau dapat berbentuk maya, yaitu bidang yang seolah-olah membuat sudut dengan tafril sehingga seperti memiliki kedalaman tetapi semu” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 83).
Macam-macam bentuk bidang, meliputi bidang geometri dan bidang non geometri. Bidang geometri adalah bidang teratur yang dibuat secara matematis, seperti segi tiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi delapan, lingkaran, dan bidang yang mempunyai bentuk teratur. Sedangkan bidang non geometri adalah bidang yang dibuat secara bebas atau bisa juga dikatakan bidang organik, bidang bersudut bebas, bidang gabungan, dan bidang maya. Bidang organik yaitu bidang-bidang yang dibatasi garis lengkung-lengkung bebas, bidang bersudut bebas yaitu bidang-bidang yang dibatasi garis patah-patah bebas, dan bidang gabungan yaitu bidang gabungan antara lengkung dan bersudut.
Selain bentuk bidang yang rata sejajar tafril, terdapat bidang yang bersifat maya, yaitu bentuk bidang yang seolah meliuk, bentuk bidang yang seolah miring membentuk sudut dengan tafril/membentuk perspektif, dan bentuk bidang yang seolah bersudut-sudut.
“Bentuk apa saja di alam ini dapat disederhanakan menjadi bentuk bidang dengan geometri, non geometri, atau bidang gabungan, seperti pohon, rumah, kuda, gitar, dan lain-lain yang bersifat datar/dekoratif sebagai ciri khasnya” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 84).
4. Bentuk
Sadjiman Ebdi Sanyoto (2009, hlm. 93) mengemukakan bahwa “bentuk adalah wujud, rupa, bangun, atau gambaran tentang apa saja yang ada di alam termasuk karya seni atau desain yang dapat disederhanakan menjadi titik, garis, dan bidang”.
Pada umumnya bentuk dapat dibedakan menjadi dua golongan, yakni:
a. Bentuk beraturan (geometris) yaitu obyek-obyek yang memiliki bentuk beraturan, seperti: bentuk kubistik (obyek yang memiliki bentuk dasar piramida, kubus, balok, prisma, dan limas), bentuk silindris (obyek yang memiliki bentuk dasar tabung dan kerucut), dan bentuk bola (obyek yang memiliki bentuk dasar bulat seperti bola).
Loading...
text-indent: -14.15pt;">
b. Bentuk tidak beraturan (non geometris), yakni obyek-obyek yang bentuknya tidak beraturan (bukan kubistik, silindris, atau bola).
5. Ruang
Setiap bentuk pasti menempati ruang. Oleh karena itu, ruang merupakan unsur rupa yang mesti ada, karena ruang merupakan bentuk-bentuk berada. Dengan kata lain, setiap bentuk pasti menempati ruang. “Dikarenakan bentuk dapat dua dimensi dan tiga dimensi, maka ruang pun meliputi ruang dua dimensi/dwimatra dan tiga dimensi/trimatra” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 97). Selain dua jenis ruang tersebut, ada juga yang disebut dengan ruang maya atau semu. Berikut ini penjabarannya lebih lanjut:
a. Ruang dwimatra
Ruang dwimatra adalah ruang papar/datar. Ruang ini banyak dimanfaatkan oleh para desainer/perancang untuk menempatkan bentuk yang sifatnya datar, seperti gambar-gambar proyeksi dengan potongan-potongan dan pandangan-pandangan tertentu, bentuk tulisan, bentuk-bentuk kode, rancangan tekstil, dan gambar-gambar dekoratif.
Ruang dwimatra hanya mengenal dua dimensi, yakni panjang dan lebar. Ruang dwimatra juga hanya mengenal arah horizontal, diagonal, dan vertikal yang rata dengan tafril dan hanya mengenal kedudukan di kiri-tengah-kanan, atas-tengah-bawah, yang menempati/terletak pada tafril. Ruang dwimatra yang terisi obyek pada umumnya disebut ruang positif dan ruang yang tidak terisi obyek disebut ruang negatif.
b. Ruang trimatra
Ruang trimatra merupakan jenis ruang yang benar-benar diartikan sebagai ruangan yang berongga atau yang sempurna, memiliki tiga dimensi penuh, panjang, lebar, dan dalam/tebal. Semua bentuk yang ada di alam termasuk karya seni tiga dimensi, seperti berbagai bentuk bangunan/arsitektur, taman, patung, interior, kerajinan, hasil-hasil industri, yang dapat dijamah/diraba dan menempati ruang trimatra.
Tata rupa trimatra pada prinsipnya sama dengan dwimatra, yang berbeda hanya unsur-unsurnya dimana jika garis untuk dwimatra merupakan hasil goresan, sedangkan untuk trimatra wujud garis berupa kawat, tali, galah, tiang, dan apa saja yang berbentuk kecil memanjang. Bidang trimatra dapat berwujud triplek, seng, kertas, karton, dinding, papan tulis, dan apa saja yang memiliki dimensi panjang dan lebar dengan ketebalan yang tidak diperhitungkan sebagai tebal.
c. Ruang maya
Ruang maya atau ruang tiga dimensi semu adalah ruang datar dua dimensi namun bentuk raut yang menempati ruang tersebut direka sedemikian rupa, sehingga mengecoh penglihat secara imajinasi terlihat adanya ruang tiga dimensi.
Ruang tiga dimensi semu merupakan jenis ruang yang paling banyak digunakan oleh para desainer untuk menuangkan ekspresi, karena jenis ruang ini paling banyak dapat melahirkan ide-ide yang imajinatif dan emosional. Secara nyata ruang dua dimensi adalah datar berdimensi panjang dan lebar, namun secara maya dapat diciptakan dimensi ke dalam, sehingga membentuk ilusi ruang, dimana kedudukan bentuk tidak hanya menempati ruang di kiri ke kanan atau di atas ke bawah sejajar tafril, akan tetapi juga menempati ruang di depan dan di belakang tafril.
6. Warna
Bentuk/benda apa saja di alam ini tentu memiliki warna, manakala terhadap cahaya. Tanpa cahaya warna tidak akan ada. Warna merupakan getaran/gelombang yang diterima indera penglihatan.
Warna dapat didefinisikan secara obyektif/fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan atau secara subyektif/psikologis sebagai bahan dari pengalaman indera penglihatan. “Secara obyektif/fisik warna dapat diberikan oleh panjang gelombang, cahaya yang tampak oleh mata merupakan bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang sempit dari gelombang elektromagnetik” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009, hlm. 13).
Proses terlihatnya warna ketika adanya cahaya yang menimpa suatu benda dan benda tersebut memantulkan cahaya ke mata (retina), terlihatlah warna manakala orang tersebut tidak buta warna. Benda berwarna merah karena benda tersebut bersifat pigmen memantulkan warna merah dan menyerap warna pelangi lainnya. Benda berwarna hitam karena sifat pigmen benda tersebut menyerap semua warna pelangi. Sebaliknya suatu benda berwarna putih karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan semua warna pelangi atau semua panjang gelombang.
“Sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan, warna merupakan pantulan cahaya dari sesuatu yang nampak, yang diterima mata berupa cat, tekstil, batu, tanah, daun, kulit, rambut, dan lain-lain yang disebut pigmen atau warna bahan” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 10).
Menurut kejadiannya, warna dibagi menjadi dua, yakni warna additive dan warna subractive. Additiveadalah warna-warna yang berasal dari cahaya yang disebut spektrum. Sedangkan warna subractive adalah warna yang berasal dari pigmen. Warna pokok additiveadalah merah, hijau, dan biru. Dalah komputer disebut warna model RGB (red, green, blue). Warna pokok subractive adalah cyan, magenta, dan kuning. Dalam komputer disebut model CMY (cyan, magenta, yellow). Dalam teori, warna-warna pokok additive dan subractivedisusun ke dalam sebuah lingkaran, di dalam lingkaran tersebut warna pokok additive dan warna pokok subractive saling berhadapan atau saling berkomplemen.
7. Tekstur
Pada umumnya tekstur berhubungan dengan sifat permukaan yang kasar. Padahal sesungguhnya permukaan yang halus pun merupakan tekstur. Dengan demikian, “sifat-sifat permukaan kasar-halus, kasab-licin, keras-lunak, bermotif-polos, cemerlang-suram, dan lainnya, semuanya adalah tekstur” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, hlm. 62).
Tekstur secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi:
a. Tekstur kasar nyata
Tekstur kasar nyata amat berguna untuk memperoleh keindahan karena dengan permukaan yang kasar akan lebih mudah untuk memperoleh keselarasan/harmoni. Permukaan yang kasar memiliki bukit-bukit atau relief, sehingga karena adanya sinar, maka menimbulkan bayangan gelap terang atau value yang kemudian menetralisir warna-warna yang ada dan secara otomatis menjadi susunan yang harmonis. Tekstur kasar nyata juga dapat difungsikan sebagai dominasi atau daya tarik, manakala sebagian besar susunan menggunakan tekstur halus. Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keindahan.
b. Tekstur kasar semu
Tekstur kasar semu adalah tekstur yang kekasaran rautnya bersifat semu, artinya terlihat kasar tetapi jika diraba akan terasa halus. Tekstur ini terbagi menjadi tiga bagian, yakni:
1) Tekstur hias manual, yakni menghiasi permukaan yang dibuat secara manual. Tekstur ini hanya sekedar menghias permukaan saja, jika teksturnya dihilangkan tidak dapat mempengaruhi bidangnya.
2) Tekstur mekanik, yakni tekstur yang dibuat dengan alat mekanik seperti mistar, jangka, alat foto, tipografi, raster cetak, dan cetak komputer.
3) Tekstur ekspresi, yakni merupakan bagian dari proses penciptaan rupa, dimana tekstur merupakan kesatuan tidak dipisahkan. Tekstur jenis ini banyak dilakukan pada seni lukis, seni grafis, desain komunikasi visual, dan lainnya. Tekstur ini dapat hasil dari goresan tangan atau hasil mekanik.
c. Tekstur halus
Tekstur halus merupakan tekstur yang dilihat halus dan diraba pun halus. Tekstur bisa licin, kusam, atau mengkilat. Tekstur halus merupakan permukaan yang bisa dilihat sehari-hari pada berbagai obyek, sehingga kurang diperhitungkan keindahannya.
Referensi
Sanyoto, S. E. (2005). Dasar-dasar Tata Rupa & Desain. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.
Sanyoto, S. E. (2009). Elemen-elemen Seni dan Desain (edisi ke-2). Yogyakarta: Jalasutra.
Demikianlah Artikel Unsur Dasar Seni Rupa
Sekianlah artikel Unsur Dasar Seni Rupa kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Unsur Dasar Seni Rupa dengan alamat link https://gurupintarmengajar.blogspot.com/2017/04/unsur-dasar-seni-rupa.html
0 Response to "Unsur Dasar Seni Rupa"
Post a Comment