Loading...

Ketika Gadis Kecil Memilih Telenovela Ketimbang Buku

Loading...
Ketika Gadis Kecil Memilih Telenovela Ketimbang Buku - Hallo sahabat Guru pintar, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Ketika Gadis Kecil Memilih Telenovela Ketimbang Buku, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel GURU, Artikel GURU KELAS, Artikel RUANG GURU, Artikel SERTIFIKASI, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Ketika Gadis Kecil Memilih Telenovela Ketimbang Buku
link : Ketika Gadis Kecil Memilih Telenovela Ketimbang Buku

Baca juga


Ketika Gadis Kecil Memilih Telenovela Ketimbang Buku

Neni, gjadis kecil 5 tahun, tampak terpukau sekali dengan tontonan telenovela Valentina. Dia bisa menirukan Valentina, tokoh utama yang berbadan gemuk dan kacamata tebal. Dia paham juga tokoh-tokoh lain. Namun, coba sodorkan buku cerita kepadanya. Siswi TK B salah satu taman kanak-kanak di Jakarja Selatan ini tak lama membukanya. Rentetan huruf warna-warni yang bertebaran, dan gambar-gambar yang menarik tidak mampu memperangkap kedua matanya. 

Mengapa Neni lebih suka nonton ketimbang membaca buku? Pertanyaan ini tentu menggoda untuk dilacak mengingat telenovela seperti Valentina dan sejenisniya merupakan tontonan orang dewasa sementara alam pikirnya masih sangat sederhana.

Siapakah yang salah sehingga seorang anak tidak memiliki minat baca? Televisi, sekolah, lingkungan, ataukah orang tua? Mencari siapa yang salah bukanlah sesuatu yang penting bagi pemerhati masalah perbukuan, Prof. Dr. Riris K. Toha Sarumpaet. "Anak kita tidak memiliki minat baca tentu kita yang salah karena kita sebagai orang tua tidak memiliki budaya baca. Lalu mengapa kita tidak memiliki minat baca, ya karena orang tua kita. Kemudian orang kita ... dan seterusnya," ungkap Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini.

Uraian ini disampaikannya beberapa waktu lalu ketika tampil sebagai pembicara dalam seminar yang bertemakan "Membangun Budaya Baca dalam Keluarga" di Jakarta.

Mencari yang salah tidaklah menyelesaikan persoalan, catatan ini sangat ditekankan oleh Riris. Lebih utama adalah bagaimana kita sebagai orang tua dapat menumbuhkan minat baca kepada anaknya. "Harus kita akui dengan jujur sudahkah kita membimbing dan mengarahkan anak-anak untuk menjadi pembaca. Sudahkah kita menyediakan lingkungan yang mendorong anak gemar membaca?" tukas Riris lagi.

Gugatan Riris tampaknya beralasan. Di saat suami istri membangun sebuah rumah, jarang dari mereka memikirkan untuk membuat ruang bacaan meskipun sederhana. Biasanya yang terpikir di mana ruang tidur, ruang tamu, ruang makan, taman, dan lain-lain. Perpustakaan, biasanyaterlupakan.

Yessy Gusman yang tampil bersama Riris membenarkan lingkungan dalam hal ini keluarga berperan besar untuk menumbuhkan minat baca kepada anak. Yessy sendiri mengaku minat bacanya tumbuh karena orang tuanya yang menciptakan lingkungan yang mendorongnya untuk membaca. Begitu pula ketika melanjutkan studi di luar negeri, suasananya sangat mendukung. "Bayangkan perpustakaan di sana buka sampai pukul 12 malam. Belum lagi toko-toko bukunya menyajikan buku yang lengkap dan suasananya menarik.

Minat bacanya yang besar ini mendorong Yessy untuk menularkan tidak saja kepada anak-anaknya, tetapi juga kepada anak-anak lain. Sejak Desember 1999, Yessy berhasil rmendirikan taman bacaan di berbagai kota. Kalau awalnya dimulai dari ruangan 2,5 x 3 meter dengan sarana seadanya kini sudah 37 taman bacaan yang didirikannya. "Taman bacaan itu menjadi tempat membaca, bermain, dan belajar. Di tempat ini mereka juga belajar bersosialisasi dan mengembangkan bakat-bakatnya," papar mantan bintang film idola remaja tahun 1980-an ini.

Keluarga
Kembali lagi kepada kisah Neni. Mungkinkah minat bacanya ditumbuhkan? Jawabnya mungkin, bila orang tuanya memberikan lingkungan yang dapat mendorongnya untuk memiliki minat membaca.

Orang tua Neni mengakui selama ini mereka tidak memberikan lingkungan yang menunjang. Minat Neni terhadap Valentina tidak terlepas dari kebiasaan ibunya yang rajin mengikuti kisah jalan hidup Valentina.

Berbeda halnya dengan Ito, rekan sebaya Neni. Sejak masih merangkak Ito sudah berkenalan dengan buku. Untuk menumbuhkan minat terhadap buku, Anton dan Sri, orang tua Ito, membelikan buku khusus batita. "Itu loh, buku yang halamannya tebal-tebal. Jadi, kalau masuk ke dalam mulutnya nggak cepat rusak. Begitu pula waktu kakaknya Ito, si Ita masih batita kita kenalkan dengan buku," kisah Sri.

Mereka juga berupaya menyisihkan sebagian uang mereka untuk membeli buku. "Kami ajak mereka lihat buku di toko buku atau kalau lagi ada pameran. Tapi lebih banyak sih beli buku bekas. Biasanya di swalayan atau kampus-kampus tertentu menggelar jual buku bekas. Nah, kalau ada buku anak-anak saya borong," tambah Anton yang masih kuliah di sebuah perguruan tinggi di selatan Jakarta.

Untuk mendorong minat kedua anaknya membaca, pasangan suami istri ini juga mendesak pengasuh anaknya untuk kerap membacakan cerita-cerita dari buku. Jadi, ketika mereka berdua bekerja, pengasuh anaknya mendongengkan kisah-kisah menarik. Nonton televisi? Ita dan Ito tetap boleh menonton televisi, tetapi hanya untuk film-film yang diperuntukkan bagi anak-anak.

Tips
Riris memiliki keyakinan bahwa minat baca dapat diciptakan dengan cara menyediakan lingkungan yang mendukung. Tanpa lingkungan yang baik, mustahil minat itu dapat muncul. Untuk menciptakan lingkungan yang baik ini, Riris memiliki enam resep yang dapat digunakan.

Pertama, biarkan rumah berantakan karena buku. Orang tua biasanya tidak betah bila melihat suasana berantakan. Lukisan miring, meja berantakan, buku bertebaran dl mana-mana atau hal-hal lain yang dianggap tidak rapi kerap membuat orang tua marah. Riris beranggapan rumah yang selalu rapi adalah rumah yang tanpa jiwa. Dengan penuh keyakinan Riris mengatakan, rumah seperti itu pasti penghuninya tidak memiliki minat baca.

Kedua, orang tua harus rela mengeluarkan uang untuk beli buku. Bila buku itu dianggap penting, orang tua harus memiliki anggaran untuk membeli buku bagi anak-anaknya. Riris sendiri lebih mengutamakan anggaran untuk membeli buku ketimbang parfum.

Ketiga, anak jangan dibebani dengan berbagai macam tugas sehingga tak ada waktu baginya untuk membaca. Riris mengecam konsep pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah sehingga anak sibuk dengan beban tugas dari sekolah. Belum lagi ambisi orang tua yang ingin anaknya berprestasi lalu memasukkan anaknya untuk ikut kursus ini dan itu. Akhirnya, tak ada waktu bagi sang anak untuk membaca. Anak disiksa, dihabiskan waktunya.

Keempat, jangan banyak menerapkan banyak aturan sehingga minat anak untuk membaca berkurang. Biasanya orang tua akan marah-marah kalau anaknya membaca sembari tiduran. Orang tua akan meledak emosinya bila menemukan buku, majalah, koran, atau bacaan apa pun di toilet. Riris mengingatkan, biarkan anak menemukan suasana yang nyaman untuk membaca. Sebab, ketika seseorang masuk dalam buku maka dia masuk ke dunia lain. Kenyamanan dan waktu dibutuhkan untuk itu.

Kelima, teladan. Ratusan atau ribuan perintah untuk membaca rasanya tak berguna bila orang tua tidak memberi teladan yang baik kepada anaknya. Orang tua yang memiliki minat baca tinggi akan melihat bahwa anaknya pun memiliki kebiasaan serupa dengan dia. Buah jatuh tak jauh dari pohon, seperti itu ibaratnya.

Keenam, kritis dalam memberikan buku untuk anak yang sesuai. Memang sebaiknya anak terlibat dalam memilih buku untuknya, tetapi peranan orang tua sangat perlu agar anak mendapatkan bacaan yang baik.

Bacaan baik yang dimaksudkan adalah bacaan yang sesuai dengan usia, perkembangan, minat, kecenderungan dan kebutuhan anak. "Buku yang baik harus memiliki kombinasi antara cerita dengan alur utuh, bahasa standar, dan perwajahan yang mendukung. Anak yang membaca buku itu akan mengenang buku seperti itu seumur hidupnya," papar Ketua Dewan Juri Penghargaan Adikarya Ikapi 2004 dalam kesempatan berbeda.

Nah, kalau enam hal tadi diterapkan tentunya anak akan memiliki minat baca. Anak-anak seperti Neni akan lebih tertarik untuk masuk ke dalam buku untuk mencari dunianya ketimbang telenovela yang tidak cocok dengan dirinya.

AB Pathyradja
Majalah Mata Baca Vol. 2, No.12, Agustus 2004  

Loading...
Neni, gjadis kecil 5 tahun, tampak terpukau sekali dengan tontonan telenovela Valentina. Dia bisa menirukan Valentina, tokoh utama yang berbadan gemuk dan kacamata tebal. Dia paham juga tokoh-tokoh lain. Namun, coba sodorkan buku cerita kepadanya. Siswi TK B salah satu taman kanak-kanak di Jakarja Selatan ini tak lama membukanya. Rentetan huruf warna-warni yang bertebaran, dan gambar-gambar yang menarik tidak mampu memperangkap kedua matanya. 

Mengapa Neni lebih suka nonton ketimbang membaca buku? Pertanyaan ini tentu menggoda untuk dilacak mengingat telenovela seperti Valentina dan sejenisniya merupakan tontonan orang dewasa sementara alam pikirnya masih sangat sederhana.

Siapakah yang salah sehingga seorang anak tidak memiliki minat baca? Televisi, sekolah, lingkungan, ataukah orang tua? Mencari siapa yang salah bukanlah sesuatu yang penting bagi pemerhati masalah perbukuan, Prof. Dr. Riris K. Toha Sarumpaet. "Anak kita tidak memiliki minat baca tentu kita yang salah karena kita sebagai orang tua tidak memiliki budaya baca. Lalu mengapa kita tidak memiliki minat baca, ya karena orang tua kita. Kemudian orang kita ... dan seterusnya," ungkap Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini.

Uraian ini disampaikannya beberapa waktu lalu ketika tampil sebagai pembicara dalam seminar yang bertemakan "Membangun Budaya Baca dalam Keluarga" di Jakarta.

Mencari yang salah tidaklah menyelesaikan persoalan, catatan ini sangat ditekankan oleh Riris. Lebih utama adalah bagaimana kita sebagai orang tua dapat menumbuhkan minat baca kepada anaknya. "Harus kita akui dengan jujur sudahkah kita membimbing dan mengarahkan anak-anak untuk menjadi pembaca. Sudahkah kita menyediakan lingkungan yang mendorong anak gemar membaca?" tukas Riris lagi.

Gugatan Riris tampaknya beralasan. Di saat suami istri membangun sebuah rumah, jarang dari mereka memikirkan untuk membuat ruang bacaan meskipun sederhana. Biasanya yang terpikir di mana ruang tidur, ruang tamu, ruang makan, taman, dan lain-lain. Perpustakaan, biasanyaterlupakan.

Yessy Gusman yang tampil bersama Riris membenarkan lingkungan dalam hal ini keluarga berperan besar untuk menumbuhkan minat baca kepada anak. Yessy sendiri mengaku minat bacanya tumbuh karena orang tuanya yang menciptakan lingkungan yang mendorongnya untuk membaca. Begitu pula ketika melanjutkan studi di luar negeri, suasananya sangat mendukung. "Bayangkan perpustakaan di sana buka sampai pukul 12 malam. Belum lagi toko-toko bukunya menyajikan buku yang lengkap dan suasananya menarik.

Minat bacanya yang besar ini mendorong Yessy untuk menularkan tidak saja kepada anak-anaknya, tetapi juga kepada anak-anak lain. Sejak Desember 1999, Yessy berhasil rmendirikan taman bacaan di berbagai kota. Kalau awalnya dimulai dari ruangan 2,5 x 3 meter dengan sarana seadanya kini sudah 37 taman bacaan yang didirikannya. "Taman bacaan itu menjadi tempat membaca, bermain, dan belajar. Di tempat ini mereka juga belajar bersosialisasi dan mengembangkan bakat-bakatnya," papar mantan bintang film idola remaja tahun 1980-an ini.

Keluarga
Kembali lagi kepada kisah Neni. Mungkinkah minat bacanya ditumbuhkan? Jawabnya mungkin, bila orang tuanya memberikan lingkungan yang dapat mendorongnya untuk memiliki minat membaca.

Orang tua Neni mengakui selama ini mereka tidak memberikan lingkungan yang menunjang. Minat Neni terhadap Valentina tidak terlepas dari kebiasaan ibunya yang rajin mengikuti kisah jalan hidup Valentina.

Berbeda halnya dengan Ito, rekan sebaya Neni. Sejak masih merangkak Ito sudah berkenalan dengan buku. Untuk menumbuhkan minat terhadap buku, Anton dan Sri, orang tua Ito, membelikan buku khusus batita. "Itu loh, buku yang halamannya tebal-tebal. Jadi, kalau masuk ke dalam mulutnya nggak cepat rusak. Begitu pula waktu kakaknya Ito, si Ita masih batita kita kenalkan dengan buku," kisah Sri.

Mereka juga berupaya menyisihkan sebagian uang mereka untuk membeli buku. "Kami ajak mereka lihat buku di toko buku atau kalau lagi ada pameran. Tapi lebih banyak sih beli buku bekas. Biasanya di swalayan atau kampus-kampus tertentu menggelar jual buku bekas. Nah, kalau ada buku anak-anak saya borong," tambah Anton yang masih kuliah di sebuah perguruan tinggi di selatan Jakarta.

Untuk mendorong minat kedua anaknya membaca, pasangan suami istri ini juga mendesak pengasuh anaknya untuk kerap membacakan cerita-cerita dari buku. Jadi, ketika mereka berdua bekerja, pengasuh anaknya mendongengkan kisah-kisah menarik. Nonton televisi? Ita dan Ito tetap boleh menonton televisi, tetapi hanya untuk film-film yang diperuntukkan bagi anak-anak.

Tips
Riris memiliki keyakinan bahwa minat baca dapat diciptakan dengan cara menyediakan lingkungan yang mendukung. Tanpa lingkungan yang baik, mustahil minat itu dapat muncul. Untuk menciptakan lingkungan yang baik ini, Riris memiliki enam resep yang dapat digunakan.

Pertama, biarkan rumah berantakan karena buku. Orang tua biasanya tidak betah bila melihat suasana berantakan. Lukisan miring, meja berantakan, buku bertebaran dl mana-mana atau hal-hal lain yang dianggap tidak rapi kerap membuat orang tua marah. Riris beranggapan rumah yang selalu rapi adalah rumah yang tanpa jiwa. Dengan penuh keyakinan Riris mengatakan, rumah seperti itu pasti penghuninya tidak memiliki minat baca.

Kedua, orang tua harus rela mengeluarkan uang untuk beli buku. Bila buku itu dianggap penting, orang tua harus memiliki anggaran untuk membeli buku bagi anak-anaknya. Riris sendiri lebih mengutamakan anggaran untuk membeli buku ketimbang parfum.

Ketiga, anak jangan dibebani dengan berbagai macam tugas sehingga tak ada waktu baginya untuk membaca. Riris mengecam konsep pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah sehingga anak sibuk dengan beban tugas dari sekolah. Belum lagi ambisi orang tua yang ingin anaknya berprestasi lalu memasukkan anaknya untuk ikut kursus ini dan itu. Akhirnya, tak ada waktu bagi sang anak untuk membaca. Anak disiksa, dihabiskan waktunya.

Keempat, jangan banyak menerapkan banyak aturan sehingga minat anak untuk membaca berkurang. Biasanya orang tua akan marah-marah kalau anaknya membaca sembari tiduran. Orang tua akan meledak emosinya bila menemukan buku, majalah, koran, atau bacaan apa pun di toilet. Riris mengingatkan, biarkan anak menemukan suasana yang nyaman untuk membaca. Sebab, ketika seseorang masuk dalam buku maka dia masuk ke dunia lain. Kenyamanan dan waktu dibutuhkan untuk itu.

Kelima, teladan. Ratusan atau ribuan perintah untuk membaca rasanya tak berguna bila orang tua tidak memberi teladan yang baik kepada anaknya. Orang tua yang memiliki minat baca tinggi akan melihat bahwa anaknya pun memiliki kebiasaan serupa dengan dia. Buah jatuh tak jauh dari pohon, seperti itu ibaratnya.

Keenam, kritis dalam memberikan buku untuk anak yang sesuai. Memang sebaiknya anak terlibat dalam memilih buku untuknya, tetapi peranan orang tua sangat perlu agar anak mendapatkan bacaan yang baik.

Bacaan baik yang dimaksudkan adalah bacaan yang sesuai dengan usia, perkembangan, minat, kecenderungan dan kebutuhan anak. "Buku yang baik harus memiliki kombinasi antara cerita dengan alur utuh, bahasa standar, dan perwajahan yang mendukung. Anak yang membaca buku itu akan mengenang buku seperti itu seumur hidupnya," papar Ketua Dewan Juri Penghargaan Adikarya Ikapi 2004 dalam kesempatan berbeda.

Nah, kalau enam hal tadi diterapkan tentunya anak akan memiliki minat baca. Anak-anak seperti Neni akan lebih tertarik untuk masuk ke dalam buku untuk mencari dunianya ketimbang telenovela yang tidak cocok dengan dirinya.

AB Pathyradja
Majalah Mata Baca Vol. 2, No.12, Agustus 2004  



Demikianlah Artikel Ketika Gadis Kecil Memilih Telenovela Ketimbang Buku

Sekianlah artikel Ketika Gadis Kecil Memilih Telenovela Ketimbang Buku kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Ketika Gadis Kecil Memilih Telenovela Ketimbang Buku dengan alamat link https://gurupintarmengajar.blogspot.com/2018/03/ketika-gadis-kecil-memilih-telenovela.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ketika Gadis Kecil Memilih Telenovela Ketimbang Buku"

Post a Comment

Loading...