Loading...

Hypothetical Learning Trajectory (HLT)

Loading...
Hypothetical Learning Trajectory (HLT) - Hallo sahabat Guru pintar, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Hypothetical Learning Trajectory (HLT), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel GURU, Artikel GURU MAPEL, Artikel IPTEK, Artikel RUANG GURU, Artikel SERTIFIKASI, Artikel TUGAS, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Hypothetical Learning Trajectory (HLT)
link : Hypothetical Learning Trajectory (HLT)

Baca juga


Hypothetical Learning Trajectory (HLT)


Hypothetical Learning Trajectory (HLT)
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

Istilah Hypothetical Learning Trajectory atau alur belajar pertama kali digunakan oleh Simon (1995) pada Journal for Research in Mathematics Education “Recontstruction Mathematics Pedagogy From A Constructivist Perspective”. Simon (1995, hlm. 136) mengemukakan “the hypothetical learning trajectory is made of three components: the learning goal that defines the direction, the learning activities, and the hypothetical learning process a prediction how the students thinking and understanding will evolve in the context of the learning activities”. Artinya, Hypothetical Learning Trajectory (HLT) atau alur belajar hipotetik terdiri atas tiga komponen utama, yakni tujuan belajar untuk pembelajaran bermakna, sekumpulan tugas untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan hipotesis tentang bagaimana peserta didik belajar dan bagaimana peserta didik berpikir.
Chuang (2002) pada Electric Journal of Mathematics Education “A Hypothetical Learning Trajectory of Arguing Statements about Geometric Figures” mengemukakan “the learning trajectory is made up three components: the learning goals, the learning activities, and the hypothetical learning process”. Artinya, the learning trajectory terdiri atas tiga komponen, yaitu tujuan-tujuan belajar, aktivitas belajar, dan proses belajar hipotetik. Chuang menerapkan alur belajar dalam pemecahan masalah dan lebih melihat alur belajar sebagai barisan aktivitas atau proses.
Komponen-komponen definisi yang dikemukakan oleh Simon (1995) dan Chuang (2002) dapat dibandingkan pada tabel berikut:

Tabel Perbandingan Simon dan Chuang tentang Alur Belajar

No.
Komponen definisi menurut Martin A. Simon
Komponen definisi menurut Chuang-Yih Chen
1.
Tujuan-tujuan belajar (goals for meaningful learning)
Tujuan-tujuan belajar (the learning goals)
2.
Sekumpulan tugas untuk mencapai tujuan (a set of tasks)
Aktivitas belajar (the learning activities)
3.
Suatu hipotesis tentang bagaimana anak belajar dan bagaimana anak berpikir (a hypothesis about students thinking and learning)
Proses belajar yang bersifat hipotesis (the hypothetical learning process)

Lebih lanjut, Soedjadi (2007, hlm. 31) memberikan sebuah ilustrasi menarik tentang alur belajar (learning trajectory), sebagai berikut:

Hypothetical Learning Trajectory (HLT)

Secara umum perkembangan kognitif anak mulai dengan hal yang konkrit secara bertahap mengarah ke hal yang abstrak. Bagi peserta didik perjalanan dari konkrit ke abstrak dapat saja berbeda, ada yang cepat dan ada yang lamban sekali. Bagi yang cepat mungkin tidak memerlukan banyak tahapan, tetapi bagi yang lamban, perlu melalui banyak tahapan. Dengan demikian, bagi setiap anak mungkin saja memerlukan learning trajectory atau alur belajar yang berbeda.
Alur belajar hipotetik merupakan suatu dugaan tentang rangkaian aktivitas yang dilalui anak dalam memecahkan suatu masalah atau memahami suatu konsep. Sedangkan alur belajar merupakan suatu rangkaian aktivitas yang secara aktual dilalui anak dalam memecahkan suatu masalah atau memahami suatu konsep. Ketika pelaksanaan uji coba alur belajar hipotetik mungkin mengalami sejumlah perubahan atau perbaikan. Alur yang diperoleh berdasarkan sejumlah revisi tersebut yang disebut dengan alur belajar. Jadi, alur belajar merupakan “hasil revisi terhadap alur belajar hipotetik berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat pembelajaran berlansung” (Nurdin, 2011, hlm. 4-5).
Sebelum menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran atau pemecahan masalah, guru harusnya memiliki terlebih dahulu informasi tentang pengetahuan prasyarat, strategi berpikir yang digunakan anak, level berpikir yang mereka tunjukkan, dan bagaimana variasi aktivitas yang dapat menolong mereka mengembangkan pemikiran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kesemuaan hal tersebut termuat pada alur belajar hipotetik.
Informasi-informasi itu dapat diperoleh melalui observasi, pretest, atau instrumen lain. Berdasar informasi tersebut, guru dapat mengetahui alur belajar atau tingkat berpikir yang dimiliki anak tersebut. Sebuah alur belajar memberikan petunjuk bagi guru untuk menentukan dan merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selanjutnya guru dapat membuat keputusan-keputusan tentang langkah-langkah strategi yang akan digunakan unutk merencanakan kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Memformulasikan suatu alur belajar hipotetik dapat didasarkan pada salah satu jenis sumber, seperti konjektur tanpa data empirik, eksperimen atau pengalaman mengajar, pretest dan posttest, interview, analisis tugas terstruktur, dan sebagainya. Pada proses memformulasikan alur belajar hipotetik, tujuan belajar (learning goals) dapat diuraikan dalam sub-sub tujuan (subgoals), sedangkan proses belajar disusun berdasarkan data empirik. Jika tujuan belajar dapat dikorelasikan dengan proses belajar akan mempermudah guru dalam menyusun kerangka kerja untuk mendesain pembelajaran dan penilaian.
Simon (1995) memberikan ilustrasi bahwa pada awalnya seorang individu mungkin merencanakan pelayaran atau perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain. Mungkin keseluruhan atau hanya sebagian saja. Pada rencana pelayaran, individu tersebut harus secara konstan melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang ditemui. Oleh karena itu, individu tersebut harus terus menerus berusaha untuk memperoleh pengetahuan tentan pelayaran, tentang kondisi-kondisi yang ada, dan tentang wilayah-wilayah yang ingin dikunjungi. Berdasar hal tersebut, dapat dimungkinkan jika individu tersebut mengubah rencana berkenaan dengan tujuan-tujuan perjalanan. Individu tersebut memodifikasi rute perjalanan sebagai hasil interaksi dengan orang-orang yang ditemui sepanjang perjalanan. Mungkin menambahkan tujuan-tujuan baru. Alur yang secara aktual dilalui individu tersebut yang disebut dengan alur perjalanan. Alur yang dirubah seorang individu pada titik tertentu dalam perjalanan tersebut yang disebut alur hipotetik.
Berdasar ilustrasi yang digambarkan oleh Simon (1995), maka alur belajar memberikan gambaran secara utuh tentang apa yang terjadi atau yang seseorang temui, daerah yang disinggahi sepanjang perjalanan. Dengan demikian, dalam pemecahan masalah sebuah alur belajar akan memberikan gambaran tentang pengetahuan prasyarat yang telah dimiliki peserta didik (sebagai titik start), setiap langkah dari satu titik ke titik berikutnya menggambarkan proses berpikir yang peserta didik gunakan, metode yang dipakai, ataupun tingkatan berpikir.

Referensi
Chuang, Y. C. (2002). A Hypothetical Learning Trajectory of Arguing Statements about Geometric Figures. Electric Journal of Mathematics Education, 1(1), hlm. 2-11.
Nurdin (2011). Trajektori dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika UNVRI Makasar, 1(1), hlm. 2-6.
Simon, M. A. (1995). Recontstruction Mathematics Pedagogy From A Constructivist Perspective. Journal for Research in Mathematics Education, 1(26), hlm. 114-145.
Soedjadi, R. (2007). Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.
Loading...

Hypothetical Learning Trajectory (HLT)
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

Istilah Hypothetical Learning Trajectory atau alur belajar pertama kali digunakan oleh Simon (1995) pada Journal for Research in Mathematics Education “Recontstruction Mathematics Pedagogy From A Constructivist Perspective”. Simon (1995, hlm. 136) mengemukakan “the hypothetical learning trajectory is made of three components: the learning goal that defines the direction, the learning activities, and the hypothetical learning process a prediction how the students thinking and understanding will evolve in the context of the learning activities”. Artinya, Hypothetical Learning Trajectory (HLT) atau alur belajar hipotetik terdiri atas tiga komponen utama, yakni tujuan belajar untuk pembelajaran bermakna, sekumpulan tugas untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan hipotesis tentang bagaimana peserta didik belajar dan bagaimana peserta didik berpikir.
Chuang (2002) pada Electric Journal of Mathematics Education “A Hypothetical Learning Trajectory of Arguing Statements about Geometric Figures” mengemukakan “the learning trajectory is made up three components: the learning goals, the learning activities, and the hypothetical learning process”. Artinya, the learning trajectory terdiri atas tiga komponen, yaitu tujuan-tujuan belajar, aktivitas belajar, dan proses belajar hipotetik. Chuang menerapkan alur belajar dalam pemecahan masalah dan lebih melihat alur belajar sebagai barisan aktivitas atau proses.
Komponen-komponen definisi yang dikemukakan oleh Simon (1995) dan Chuang (2002) dapat dibandingkan pada tabel berikut:

Tabel Perbandingan Simon dan Chuang tentang Alur Belajar

No.
Komponen definisi menurut Martin A. Simon
Komponen definisi menurut Chuang-Yih Chen
1.
Tujuan-tujuan belajar (goals for meaningful learning)
Tujuan-tujuan belajar (the learning goals)
2.
Sekumpulan tugas untuk mencapai tujuan (a set of tasks)
Aktivitas belajar (the learning activities)
3.
Suatu hipotesis tentang bagaimana anak belajar dan bagaimana anak berpikir (a hypothesis about students thinking and learning)
Proses belajar yang bersifat hipotesis (the hypothetical learning process)

Lebih lanjut, Soedjadi (2007, hlm. 31) memberikan sebuah ilustrasi menarik tentang alur belajar (learning trajectory), sebagai berikut:

Hypothetical Learning Trajectory (HLT)

Secara umum perkembangan kognitif anak mulai dengan hal yang konkrit secara bertahap mengarah ke hal yang abstrak. Bagi peserta didik perjalanan dari konkrit ke abstrak dapat saja berbeda, ada yang cepat dan ada yang lamban sekali. Bagi yang cepat mungkin tidak memerlukan banyak tahapan, tetapi bagi yang lamban, perlu melalui banyak tahapan. Dengan demikian, bagi setiap anak mungkin saja memerlukan learning trajectory atau alur belajar yang berbeda.
Alur belajar hipotetik merupakan suatu dugaan tentang rangkaian aktivitas yang dilalui anak dalam memecahkan suatu masalah atau memahami suatu konsep. Sedangkan alur belajar merupakan suatu rangkaian aktivitas yang secara aktual dilalui anak dalam memecahkan suatu masalah atau memahami suatu konsep. Ketika pelaksanaan uji coba alur belajar hipotetik mungkin mengalami sejumlah perubahan atau perbaikan. Alur yang diperoleh berdasarkan sejumlah revisi tersebut yang disebut dengan alur belajar. Jadi, alur belajar merupakan “hasil revisi terhadap alur belajar hipotetik berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat pembelajaran berlansung” (Nurdin, 2011, hlm. 4-5).
Sebelum menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran atau pemecahan masalah, guru harusnya memiliki terlebih dahulu informasi tentang pengetahuan prasyarat, strategi berpikir yang digunakan anak, level berpikir yang mereka tunjukkan, dan bagaimana variasi aktivitas yang dapat menolong mereka mengembangkan pemikiran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kesemuaan hal tersebut termuat pada alur belajar hipotetik.
Informasi-informasi itu dapat diperoleh melalui observasi, pretest, atau instrumen lain. Berdasar informasi tersebut, guru dapat mengetahui alur belajar atau tingkat berpikir yang dimiliki anak tersebut. Sebuah alur belajar memberikan petunjuk bagi guru untuk menentukan dan merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selanjutnya guru dapat membuat keputusan-keputusan tentang langkah-langkah strategi yang akan digunakan unutk merencanakan kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Memformulasikan suatu alur belajar hipotetik dapat didasarkan pada salah satu jenis sumber, seperti konjektur tanpa data empirik, eksperimen atau pengalaman mengajar, pretest dan posttest, interview, analisis tugas terstruktur, dan sebagainya. Pada proses memformulasikan alur belajar hipotetik, tujuan belajar (learning goals) dapat diuraikan dalam sub-sub tujuan (subgoals), sedangkan proses belajar disusun berdasarkan data empirik. Jika tujuan belajar dapat dikorelasikan dengan proses belajar akan mempermudah guru dalam menyusun kerangka kerja untuk mendesain pembelajaran dan penilaian.
Simon (1995) memberikan ilustrasi bahwa pada awalnya seorang individu mungkin merencanakan pelayaran atau perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain. Mungkin keseluruhan atau hanya sebagian saja. Pada rencana pelayaran, individu tersebut harus secara konstan melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang ditemui. Oleh karena itu, individu tersebut harus terus menerus berusaha untuk memperoleh pengetahuan tentan pelayaran, tentang kondisi-kondisi yang ada, dan tentang wilayah-wilayah yang ingin dikunjungi. Berdasar hal tersebut, dapat dimungkinkan jika individu tersebut mengubah rencana berkenaan dengan tujuan-tujuan perjalanan. Individu tersebut memodifikasi rute perjalanan sebagai hasil interaksi dengan orang-orang yang ditemui sepanjang perjalanan. Mungkin menambahkan tujuan-tujuan baru. Alur yang secara aktual dilalui individu tersebut yang disebut dengan alur perjalanan. Alur yang dirubah seorang individu pada titik tertentu dalam perjalanan tersebut yang disebut alur hipotetik.
Berdasar ilustrasi yang digambarkan oleh Simon (1995), maka alur belajar memberikan gambaran secara utuh tentang apa yang terjadi atau yang seseorang temui, daerah yang disinggahi sepanjang perjalanan. Dengan demikian, dalam pemecahan masalah sebuah alur belajar akan memberikan gambaran tentang pengetahuan prasyarat yang telah dimiliki peserta didik (sebagai titik start), setiap langkah dari satu titik ke titik berikutnya menggambarkan proses berpikir yang peserta didik gunakan, metode yang dipakai, ataupun tingkatan berpikir.

Referensi
Chuang, Y. C. (2002). A Hypothetical Learning Trajectory of Arguing Statements about Geometric Figures. Electric Journal of Mathematics Education, 1(1), hlm. 2-11.
Nurdin (2011). Trajektori dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika UNVRI Makasar, 1(1), hlm. 2-6.
Simon, M. A. (1995). Recontstruction Mathematics Pedagogy From A Constructivist Perspective. Journal for Research in Mathematics Education, 1(26), hlm. 114-145.
Soedjadi, R. (2007). Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.


Demikianlah Artikel Hypothetical Learning Trajectory (HLT)

Sekianlah artikel Hypothetical Learning Trajectory (HLT) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Hypothetical Learning Trajectory (HLT) dengan alamat link https://gurupintarmengajar.blogspot.com/2018/06/hypothetical-learning-trajectory-hlt.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hypothetical Learning Trajectory (HLT)"

Post a Comment

Loading...